Jurnal Media Laboran Edisi khusus Vol. 5 Mei 2016

IDENTIFIKASI BAKTERI Escherichia Coli PADA SISA PARUTAN KELAPA YANG ADA PADA MESIN PARUT DI PASAR HARTACO MAKASSAR
ANDI INDRAWATI
ABSTRACT
This research was motivated by the process along with the grated coconut development times are also becoming more sophisticated. The emergence of various kinds of machines with a variety of different brands and types help people to do the grater which only requires a relatively short time. Given the lack of information about the technology pemarutan coconut hygiene and sanitation equipment used and the washing process coconut less attention in Makassar Hartaco market that can cause various diseases, one of which is diarrhea. Of 5 samples tested research using selective medium (Endo Agar). Medium differentiation (KIA), Medium biochemical (IMViC), and medium confectionery, result / data as much as 5 samples are negative, which means there are Escherichia coli in the rest of the grated coconut. Based on the research results suggested to employers grated coconut grated coconut before should pay attention to hygiene equipment and water used must be clean running water for washing and coconut.
Keywords : Escherichia coli, the remaining grated coconut

PENDAHULUAN
Makanan dan minuman yang dikonsumsi pada dasarnya berfungsi untuk mempertahankan kehidupan manusia, yaitu sebagai sumber energi dan pertumbuhan serta mengganti jaringan atau sel tubuh yang rusak. Makanan yang disukai oleh manusia pada umumnya juga disukai oleh mikroorganisme. Dengan demikian maka mikroorganisme itu dasarnya merupakan saingan bagi manusia (Dwidjoseputro, 2005).
Kondisi mikrobiologis dari makanan dan minuman menentukan keamanan dan daya tahan makanan dan minuman yang bersangkutan. Beberapa bakteri dapat menimbulkan keracunan makanan tetapi jumlah bakteri yang mampu menimbulkan kerusakan tergantung pada kepekaan  individu dan virulensi mikroorganisme tersebut serta kombinasi makanan itu sendiri. Adanya mikroorganisme dalam makanan dan minuman dapat merusak makanan dan minuman mengubah komposisi bahan makanan dan minuman diantaranya dapat menhidrolisa pati dan selulosa atau menyebabkan fermentasi gula, sedangkan yang lainnya dapat mendegradasi protein dan menhasilkan bau busuk dan amoniak, ada beberapa mikroorganisme dapat membentuk lendir, gas, busa, warna, asam, racun, dan lain-lain sebagainya.
Kalau makanan dan minuman terkontaminasi, mikroorganisme secara spontan dari udara, maka akan terdapat pertumbuhan campuran beberapa macam mikroorganisme. Kontaminasi tersebut dapat terjadi sejak pengolahan bahan baku, pemrosesan bahan, peralatan, pengemasan, karyawan, air yang digunakan dan jenis wadah, atau kemasan yang digunakan (Natsir, 2004).
Makanan yang telah dihinggapi mikroorganisme itu mengalami penguraian, sehingga dapat berkurangnya nilai gizi dan kelezatannya, bahkan makanan yang telah terurai dapat menyebabkan sakit bahkan mati bagi orang yang mengkonsumsinya (Dwidjoseputro, 2005).
Diare adalah keluarnya tinja lebih dari 500 ml/hari. Kejadian ini disebabkan oleh kemampuan penyerapan oleh kolon yang tidak mencukupi, dibandingkan dengan cairan yang datang dari usus halus atau dapat juga karena kurangnya kemampuan penyerapan kolon. Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh Bakteri, Parasit maupun Virus. Penyebab lain yang dapat menimbulkan diare akut adalah toksin dan obat. Dalam penelitian didapatkan hasil isolasi dengan Escherichia coli (38,29%) (Mansjoer dkk, 2001).
Seiring dengan berkembangnya zaman proses pemarutan kelapa juga semakin canggih. Munculnya berbagai macam mesin dengan berbagai merek dan type yang berbeda sangat membantu masyarakat untuk melakukan pemarutan yang hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat. Mengingat masih minimnya informasi tentang teknologi pemarutan kelapa yang higienis serta sanitasi peralatan yang digunakan dan proses pencucian kelapa kurang diperhatikan di Pasar Hartaco sehingga dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, salah satunya adalah diare.
METODE DAN BAHAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik berupa proses isolasi dan identifikasi secara bakteriologis untuk mengetahui keberadaan Escherichia coli sebagai bakteri kontaminan pada sisa parutan kelapa yang yang pada pada mesin parut di Pasar Hartaco Makassar. penelitian ini dilakukan di Laboratorium DIII Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur Makassar pada tanggal 10 – 17 Juni 2016, yang diambil dari 5 Sisa parutan kelapa yang terdapat pada mesin parut kelapa di pasar Hartaco Makassar. sampel tersebut diambil dengan menggunakan teknik judgment, yaitu cara pengambilan sampel dengan kebijaksanaan sendiri pada tempat yang dianggap representative (sesuai). kemudian disimpan dalam wadah yang bersih dan steril, selanjutnya dibawah ke Laboratorium DIII Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur untuk dilakukan pengujian secara Laboratorik.
1.    Cara Isolasi
a.    Hari pertama
Masing-masing sampel penelitian ( perasan sisa parutan kelapa) di tanam pada medium pemupuk (Escherichia coli Broth 10%) dengan perbandingan 1 : 9, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Ciri-ciri adanya pertumbuhan pada medium pemupuk adalah apabila pada medium ini terjadi kekeruhan.
b.    Hari kedua
E. coli Broth dikeluarkan dari incubator dipindahkan/ditanam pada medium selektif (EMB Agar) dan ikubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Karakteristik koloni pada medium selektif (EMB Agar/Endo Agar), yaitu :
Warna koloni                        : merah metalik, mengkilat
Permukaan koloni   : cekung
Pinggir koloni           : bulat rata
Ukuran koloni           : sedang sampai besar
c.    Hari ketiga
Medium EMB Agar dikeluarkan dari incubator koloni yang tersangka kemudian dibuat pewarnaan gram. Koloni yang sama kemudian dipindahkan pada medium KIA (Kligler Iron Agar), diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Di samping itu dilakukan pewarnaan gram hasil yang akan diamati pada medium KIA, yaitu :
Lereng           : Kuning (ACID)
Dasar             : Kuning (ACID)
Gas                 : Positif
H2S                 : Negatif
d.    Hari keempat
Dari medium KIA (Kligler Iron Agar), dikeluarkan dari incubator dan selanjutnya dipindahkan kemedium biokimia (SIM, MR, VP, Citrat (IMVIC) lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam indol ditetesi reagens covacs, positif akan berwarna merah dan negative tidak terjadi perubahan warna. Pada Methyl Red, Positif akan berwarna merah dan negative tidak terjadi perubahan warna kuning. Voges prouskaver (VP) di tetesi dengan reagens VP (KOH 4 tetes + Alpha Napthol 5% 12 tetes) positif akan berwarna merah setelah 15 menit dan negative tidak terjadi perubahan warna. Pada medium citrate dilihat perubahan medium, positif medium berubah menjadi warna biru, negatif bila tidak terjadi perubahan warna. 
e.    Pewarnaan gram
Dibuat preparat dari koloni pada medium, selanjutnya dikeringkan dan dilakukan fiksasi preparat diletakkan pada rak pewarnaan dan lalu ditetesi zat pewarna carbol gentian violet selama 3 menit, selanjutnya zat warna di buang dan ditetesi dengan larutan lugol selama 1 menit lalu dicuci dengan alcohol 96% selama 1 menit untuk preparat dicuci dengan air sampai bersih lalu ditetesi dengan zat warna water fuchsine selama 1 menit selanjutnya dibilas dengan air, setelah itu dikeringkan dan diperiksa dibawah mikroskop dengan 2 jenis bakteri yakni bakteri gram positif dan gram negative. Jika dia basil gram negative akan berwarna merah dan jika dia basil gram positif akan berwarna ungu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Escherichia coli pada sisa parutan kelapa yang terdapat pada mesin parut yang di Pasar Hartaco Makassar dilakukan mulai tanggal 10-17 Juni 2016 di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar. Sampel penelitian diuji secara bakteriologis denngan menggunakan metode isolasi dan identifikasi untuk mengetahui keberadaan Escherichia coli pada sisa parutan kelapa yang ada pada mesin parut di Pasar Hartaco Makassar, dan hasil yang diperoleh sebagai berikut :
Tabel 1.1  Hasil Pemeriksaan laboratorium Terhadap sisa parutan kelapa yang ada pada mesin parut di Pasar Hartaco Makassar.
No
Kode Sampel
Hasil
Keterangan
1
A
Negatif
-
2
B
Negatif
Entarobacter Sp
3
C
Negatif
-
4
D
Negatif
Entarobacter Sp
5
E
Negatif
Citrobacter Sp
Sumber : Data Primer, Juni 2016
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa jumlah sampel yang diteliti yakni 5 sampel sisa parutan kelapa yang ada pada mesin parut di pasar Hartaco Makassar, tiga dari lima sampel tesebut Negatif atau tidak teridentifikasi adanya bakteri Escherichia coli tetapi mengandung bakteri dengan spesies Entarobacter dan spesies Citobacter.
PEMBAHASAN
Penelitian ini bersifat deskriptif yang secara umum bertujuan untuk membuktikan secara sistematik, aktual dan akurat dari suatu populasi tentang keberadaan faktor penentu untuk menjawab suatu permasalahan penelitian yang dalam penelitian ini adalah keberadaan Escherichia coli pada sisa parutan kelapa yan ada pada mesin parut di pasar Hartaco Makassar. Melalui uji labaratorium dengan mengguakan metode isolasi dan identiikasi secara bakteriologis terhadap sisa parutan kelapa yang ada pada mesin parut di pasar Hartaco Makassar untuk mengetehui keberadaan Escherichia coli, data hasil penelitian menunjukan tidak terdapat Escherichia coli.
Pada proses isolasi dan identifikasi secara bakteriologis dimulai dengan penanaman sampel pada medium pemupuk EC. Broth terlihat hasil dari semua sampel positif adanya pertumbuhan yakni berupa kekeruhan yang kemudian dilanjutkan ke medium selektif endo agar. Pertumbuhan koloni yang tersangka terlihat berwarna merah metalik, mengkilat, permukaan koloni cekung, pinggir koloni bulat rata, ukuran sedang sampai besar. Namun dari semua sampel yang diperiksa tumbuh koloni yang ciri-cirinya sesuai dengan ciri-ciri koloni Escherichia coli. sehingga  dilanjutkan kemedium berikutnya.
Proses isolasi dan identifikasi dari ke-5 sampel dilanjutkan penanaman pada medium differensial yakni KIA (Kligler Iron Agar), dan pertumbuhan pada medium ini jika positif menunjukkan hasil : Kuning acid/asam, H2S (-) negatif dan Gas (+) positif. Dari medium Endo Agar juga dilakukan pewarnaan gram dan terlihat hasil yang didapatkan adalah gram (-) bentuk batang yang berwarna merah muda.
Pada tes IMVIC diperoleh hasil : Indol (+) positif, Methyl Red (+) positif, Voges Prouescaver (-) negatif dan citrat (-) negatif. Kemudian ke-5 sampel tersebut dilanjutkan ke tes penegasan atau tes biokimia lengkap, dimana diperoleh hasil sebagai berikut :
1.    Sampel A
Urea (+), Citrat (+), MIO (+/+/-), PAD (+), LIA (-), MR (+), VP (-), Malonet (+), Glukosa (+), Laktosa (+), Sukrosa (+), Manitol (+), Maltosa (+).
2.    Sampel B
Urea (+), Citrat (+), MIO (+/-/-), PAD (-), LIA (Variabel), MR (+), VP (-), Malonet (+), Glukosa (+), Laktosa (-), Sukrosa (+), Manitol (+), Maltosa (+).
3.    Sampel C
Urea (+), Citrat (+), MIO (+/+/-), PAD (Variabel), LIA (+), MR (+), VP (+), Malonet (+), Glukosa (+), Laktosa (-), Sukrosa (+), Manitol (-), Maltosa (+).
4.    Sampel D
Urea (+), Citrat (Variabel), MIO (+/V/-), PAD (+), LIA (-), MR (+), VP (-), Malonet (+), Glukosa (+), Laktosa (+), Sukrosa (-), Manitol (+), Maltosa (+).
5.    Sampel D
Urea (+), Citrat (Variabel), MIO (+/V/-), PAD (+), LIA (-), MR (+), VP (-), Malonet (+), Glukosa (+), Laktosa (+), Sukrosa (-), Manitol (+), Maltosa (+).
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil uji laboratorium terhadap 5 sampel sisa parutan kelapa yang diambil di Pasar Hartaco Makassar tidak terindentifikasi adanya Escherichia coli, sehingga disarankan kepada pengusaha parut sebelum melakukan pemarutan kelapa harus memperhatikan kebersihan alat serta air yang digunakan harus air yang mengalir dan bersih untuk pencucian kelapa.
DAFTAR RUJUKAN
Abdul Gani, 2003. Metode Bakteriologi Diagnostik. Balai Laboratorium Kesehatan Makassar. Makassar
Indan Entjang, 2003. Mikrobiologi Dan Parasitologi Untuk Akademika Keperawatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar mikrobiologi. Jakarta: djambatan.
Ganda Soebrata R, 2006. Penuntun Laboratorium klinik. Jakarta : Dian Rakyat.
Mursalim Ahmad. 2002. Bakteriologi Klinik. Depkes Makassar.
Nahir Bandu, 2015. Diktat Ajar Bakteriologi. Program Studi DIII Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur. Makassar. Makassar.



GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN KADAR ELEKTROLIT KLORIDA (Cl_) PADA PENDERITA HIPERTENSI
JURNAL SYARIF
ABSTRACT
This study aims to determine the levels of electrolytes chloride (Cl) in patients with hypertension. This type of research is observational laboratory with descriptive approach is to determine the examination results electrolyte levels of chloride (Cl) in hypertensive patients with a master's touch screen using a photometer Cyanat Thio method. Thio Cyanat method is a method of examination where the intensity of color formed in accordance with chloride concentrations determined photometer so that the results can be relied upon.
Rated normal chloride levels in units of mEq / L for adults is 95-105 mEq / L, while normal values ​​chloride levels in units of mmol / L is 97-111 mmol / L. Based on research conducted at the Laboratory D-III Health Analyst University of Indonesia Eastern Tterhadap 5 sample of hypertensive adults, the results obtained by the A: 108 mmol / L, B: 94 mmol / L, C: 87 mmol / L, D: 86 mmol / L, E: 93 mmol / L, the percentage of chloride electrolyte levels (Cl) which is normal as much as 1 sample (20%), and electrolyte levels of chloride (Cl) below normal by 4 samples (80%).
Keywords: Chloride, Hypertension, Thio Cyanat.

PENDAHULUAN
Zat yang terlarut dalam cairan tubuh terdiri atas elektrolit dan nonelektrolit. Zat nonelektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan listrik, sedangkan elektrolit adalah substansi berupa ion-ion yang mampu menghantarkan listrik. Aliran listrik ion-ion bermuatan positif disebut kation yang terdiri dari (kalium, natrium, kalsium, dan magnesium) dan yang bermuatan negatif disebut anion terdiri dari (klorida, bikarbonat, fosfat, dan sulfat), sedangkan yang bukan elektrolit yaitu air, dekstrose, protein, asam organik, ureum, dan kreatinin (Syaifuddin,2009).
Pengaturan keseimbangan elektrolit dapat dibagi menjadi tujuh, salah satunya yaitu klorida. Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel, tetapi klorida dapat ditemukan pada cairan ekstrasel dan intrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu dengan natrium (natrium klorida atau NaCl) yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan osmotik dalam darah (Musrifatul dan A.Aziz, 2009).
Garam (NaCl) berperan penting dalam pemberian rasa dalam bentuk bumbu (seasoning) dan pengolahan makanan dan minuman . Garam memberi rasa (flavor), memperbaiki daya tahan, dan karakteristik makanan dan minuman. Keberadaan garam menimbulkan rasa lezat pangan karena efek rasa asinnya. Mineral natrium (Na) dan Chlorida (Cl) pada garam adalah zat gizi mikro esensial bagi tubuh manusia, karena tidak diproduksi oleh tubuh melainkan harus mendapat asupan dari pangan. Asupan garam dalam jumlah cukup diperlukan tubuh untuk, antara laian, transmisi rangsangan syaraf dan kontraksi otot. Namun, asupan garam berlebih dalam jangka waktu tertentu, telah dibuktikan secara ilmiah ada hubungannya dengan penyakit jantung, tekanan darah tinggi (hipertensi), dan stroke (Anggraeni dkk, 2014).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Joint National Commiittee and Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure yang ke-7 telah mempublikasikan revisi panduan nilai tekanan darah sistolik dan diastolik yang optimal dan hipertensif. Pada umumnya, tekanan yang dianggap optimal adalah kurang dari 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik, sementara tekanan yang dianggap hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg untuk diastolik. Istilah “prahipertensi” adalah tekanan darah antara 120 dan 139 mmHg untuk sistolik dan 80 dan 89 mmHg untuk diastolik. Untuk individu terutama yang memiliki faktor risiko kardiovaskuler bermakna, termasuk riwayat yang kuat dalam keluarga untuk infark miokard atau stroke, atau riwayat diabetes pada individu, bahkan pada nilai prahipertensi dianggap terlalu tinggi (Elizabeth J, 2009).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah kesehatan yang dominan terjadi di beberapa negara maju. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2011, pada tahun 2025 diperkirakan akan ada satu miliar penduduk dunia menderita hipertensi. Dua pertiga jumlah itu tinggal di negara berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Statistik Kesehatan Dunia WHO tahun 2012, hipertensi menyumbang 51% kematian akibat stroke dan 45% kematian akibat jantung koroner (Kompas, 2013).
Prevalensi hipertensi di Indonesian berdasarkan data Riskesdas (2007) adalah 31,7% atau 1 dari 3 orang mengalami hipertensi. Namun, 75% penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi. Mereka baru menyadari jika telah terjadi komplikasi. Di Indonesia, ancaman hipertensi tidak boleh diabaikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah penderita hipertensi yang setiap waktu semakin bertambah (Depkes, 2009).
Prevalensi hipertensi di Sulawesi Selatan menurut Riskesdas tahun 2007 meningkat berdasarkan kelompok umur yaitu pada kelompok umur 45-54 tahun prevalensi hipertensi yaitu 38,3%, pada kelompok umur 55-64 tahun prevalensi hipertensi yaitu 47,8%, pada kelompok umur 65-74 tahun prevalensi hipertensi yaitu 52,7%, dan pada kelompok umur ≥ 75 tahun prevalensi hipertensi yaitu 53,5%. Semakin bertambahnya umur maka prevalensi hipertensi juga semakin meningkat (Depkes, 2009).
Data Dinas Kesehatan Kota Makassar menunjukkan jumlah kasus baru di kota Makassar pada tahun 2010 sebanyak 13.803 kasus. Tahun 2011 kasus hipertensi meningkat menjadi 25.332 kasus. Kemudian pada tahun 2012 kasus hipertensi turun menjadi 12.298 kasus.
METODE DAN BAHAN
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi laboratorik yang hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan sampel berupa darah penderita hipertensi sebanyak 5 sampel yang ambil dengan menggunakan tehnik purposive sampling, kemudian diperiksa menggunakan alat fotometer screen master touch metode thyo cyanat di Laboratorium D-III Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur Makassar pada tanggal 23 April 2016. darah penderita hipertensi sebanyak 5 sampel.
PROSEDUR LABORATORIUM
1.    Tahap Pra – Analitik
a.    Persiapan Pasien
Gejala-gejala dari hipertensi :
1)    Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
2)    Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
3)    Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
4)    Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
5)    Edema dependen dan pembengkakan akibat peningktan tekanan kapiler.
6)    Jantung bedebar-debar
7)    Sulit bernafas setelah bekerja
8)    Mudah lelah, wajah memerah, hidung berdarah (mimisan), dan telinga berdening.
b.    Persiapan Bahan dan Alat
1)    Alat
a)    Centrifuge
b)    Mikropipet 1000  dan 10
c)    Tips biru dan kuning
d)    Fotometer screen master touch
e)    Tabung reaksi + rak tabung
2)    Bahan
a)    Aquadest
b)    Reagen klorida
c)    Serum
2.    Tahap Analitik
Prosedur Kerja :
a.    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b.    Dipipet 1000  reagen klorida ke dalam tabung yang sudah diberi label sampel (s), standar (st), dan blanko (b)
c.    Ditambahkan 10 serum ke dalam tabung sampel, 10  standar pada tabung standar dan 10  aquadest pada tabung blanko
d.    Dihomogenkan lalu inkubasi selama 5 menit, kemudian baca absorbannya pada fotometer dengan panjang gelombang 505 nm pada suhu 37 .
3.    Tahap Pasca Analitik
Interpretasi Hasil : a. Satuan mEq/L
Dewasa               : 95 - 105 mEq/L
Anak                     : 98 - 110 mEq/L
Bayi                      : 95 - 110 mEq/L
Bayi baru lahir    : 94 – 112 mEq/L
b. Satuan mmol/L
Serum                  : 97 – 111 mmol/L
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pemeriksaan elektrolit klorida (Cl) pada penderita hipertensi  yang telah dilakukan pada tanggal 23 April 2016 di Laboratorium D-III Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur Makassar sebanyak 5 sampel diperoleh data seperti pada table di bawah ini :
Tabel 1.1 Hasil Pemeriksaan Elektrolit Klorida (Cl) Pada Penderita Hipertensi
No
Kode sampel
Hasil Pemeriksaan Elektrolit Klorida
Pada Penderita Hipertensi
Keterangan
1
A
108 mmol/L
Normal
2
B
94 mmol/L
< Normal
3
C
87 mmol/L
< Normal
4
D
86 mmol/L
< Normal
5
E
93 mmol/L
< Normal
Sumber : Data Primer, 2016.
Pada table 4.1 menunjukkan bahwa distribusi hasil pemeriksaan elektrolit klorida (Cl) pada penderita hipertensi Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf di Laboratorium D-III Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur bervariasi, dimana hasil pemeriksaan elektrolit klorida (Cl) yang terendah 86 mmol/L dan yang tertinggi 108 mmol/L.
Tabel 1.2 Persentase Hasil Pemeriksaan Elektrolit Klorida (Cl) Pada Penderita Hipertensi
Variabel
Frekuensi
%
Normal
1 sampel
20 %
Rendah
4 sampel
80 %
Total
5 sampel
100 %
Sumber : Data Primer, 2016.
Berdasarkan hasil pemeriksaan elektrolit klorida (Cl) penderita hipertensi pada tabel di atas yang mempunyai kadar elektrolit klorida (Cl) normal sebanyak 1 sampel (20 %), dan  yang memiliki kadar elektrolit klorida (Cl) terendah sebanyak 4 sampel (80 %) sehingga dapat dikategorikan persentase elektrolit klorida (Cl) seperti di bawaah ini :

Gambar 1.2 Presentase Hasil Pemeriksaan Elektrolit Klorida (Cl) Pada Penderita Hipertensi
Sumber : Data Primer, 2016
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan  di Laboratorium D-III Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur Makassar pada tanggal 23 April 2015 terhadap 5 sampel darah penderita hipertensi menunjukkan kadar elektrolit klorida (Cl) yang normal sebanyak 1 sampel (20 %), dan kadar elektrolit (Cl) yang rendah sebanyak 4 sampel (80 %). Hasil kadar elektrolit klorida (Cl) yang tertinggi adalah 108 mmol/L dan yang terendah adalah 86 mmol/L.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan yaitu mencakup tahap pra analitik, analitik, dan pasca analitik  juga telah dikendalikan semaksimal mungkin dengan cara memperhatikan kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi pada waktu melakukan pemeriksaaan, sehingga dilakukan tindakan penanggulangan dan hasil yang dikeluarkan tepat dan teliti.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium D-III Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur Makassar pada tanggal 23 April 2016 terhadap 5 sampel darah penderita hipertensi menunjukkan:
1.    Hasil yang diperoleh yaitu A : 108 mmol/L, B : 94 mmol/L, C : 87 mmol/L, D : 86 mmol/L, E : 93 mmol/L
2.    Persentase kadar elektrolit klorida yang normal sebanyak 1 sampel (20 %), dan kadar elektrolit klorida yang rendah sebanyak 4 sampel (80%).
3.    Berdasarkan poin nomor satu dan dua menunjukkann bahwa 20 % hipertensi dipengaruhi oleh elektrolit klorida (Cl), sehingga disarankan bagi penderita hipertensi untuk menjaga pola makan yang sehat, hindari makanan yang tinggi lemak dan garam.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmad, Mirnawati. 2014. Study Hasil Pemeriksaan Kadar Klorida Darah Pada Penderita Gastritis Metode Thio Cyanat. Karya Tulis Ilmiah. Makassar: Universitas Indonesia Timur.
Anwar A. Ardian. 2014. Penuntun dan Laporan Praktikum Kimia Klinik III. Makassar: Program Studi D-III Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur.
A.S. Muhammadun. 2010. Hidup Bersama Hipertensi Seringai Darah Tinggi Sang Pembunuh Sekejap. Jogjakarta: In-Books.
Casey Aggie dan Herbert Benson. 2006. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Corwin, Elizabeth. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Dalimartha, Setiawan dkk. 2008. Care Your self Hipertensi. Cetak I. Jakarta: Penebar Plus+.
Kowalski, Robert E. 2010. Terapi Hipertensi. Bandung: Penerbit Qanita.
Susilo Yekti dan Wulandari Ari. 2011. Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Syaifuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Cetak I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Yusran, Muh. 2014. Analisa Kadar Kalsium pada Perokok Aktif. Karya Tulis ilmiah. Makassar: Uiversitas Indonesia Timur.



ANALISIS KADAR KALIUM PADA PISANG RAJA (Musa paradisiaca) dan PISANG BARANGAN (Musa acuminata linn) YANG BERASAL DARI
KABUPATEN PINRANG
RIZMAN NAIM
ABSTRACT
A research on the analysis of the levels of potassium in plantain (Musa paradisiacal) and banana (Musa acuminata linn) for the purpose of determining the levels of potassium in plantain and banana which originated from the district Pinrang, the benefits of research as information for the public about the importance the role of potassium in the body. This is a descriptive study using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) at a wavelength of 766.5 nm. From the results of laboratory analysis potassium levels each - each sample P.raja1 = 121.27 mg / g, P.raja2 = 131.03 mg / g, P.raja3 = 126.27 mg / g, P.barangan1 = 105.39 ug / g, P.barangan2 = 104.87 mg / g, P.barangan3 = 107.09 mg / g.
Plantains have higher levels of potassium than banana, while the general standard of potassium in bananas is 358 ug / g. It is recommended to consumers to consume a banana as one type of fruit that contain potassium to meet the needs of potassium per day.
Keywords : Potassium, King Banana (Musa paradisiaca) and Barangan Banana (Musa acuminata linn).

PENDAHULUAN
Seperti diketahui bahwa buah-buahan adalah bahan pangan yang sangat penting sebagai sumber vitamin dan mineral. Kebutuhan masyarakat akan buah-buahan dan sayuran sangat dibutuhkan saat ini, karena semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan perbaikan kualitas hidup (Natawidjaja, S., 2001).
Pisang mempunyai kandungan gizi sangat baik, antara lain menyediakan energi cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Pisang  kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor,  besi dan kalsium. Dalam sebuah pisang terdapat kurang lebih 358 µg/g m kalium. Kandungan kalium yang cukup banyak terkandung dalam buah ini yang mampu menjaga darah agar tetap normal (Joko, P., 2006).
Pisang termasuk dalam famili Musaceae, tanaman ini berasal dari Malaysia kemudian disebarkan ke India, Filipina dan New Guana, termasuk Indonesia. Pisang terdiri dari berbagai varietas sehingga warna, bentuk dan ukurannya pun berlainan. Varietas pisang yang diunggulkan adalah pisang Ambon kuning, pisang Ambon lumut, pisang barangan, pisang badak, pisang raja, pisang kepok kuning, pisang susu, pisang tanduk dan pisang nangka. Kandungan mineral yang menonjol pada pisang adalah kalium. Kalium berfungsi antara lain untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh, kesehatan jantung, menurunkan tekanan darah, dan membantu pengiriman oksigen kedalam otak (Sumartono., 2001).
Mineral adalah suatu bahan atau zat yang homogen mempunyai komposisi kimia tertentu atau dalam batas-batas dan mempunyai sifat-sifat tetap, dibentuk dialam dan bukan hasil suatu kehidupan. Mineral terdapat dalam tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Keseimbangan mineral didalam tubuh untuk pengaturan kerja enzim pemeliharaan keseimbangan asam basa, pemeliharan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Robert, E., 2001).
 Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kg dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kalium dalam tubuh orang dewasa lebih banyak terdapat dalam ruang intraseluler, kalium berperan dalam mengatur tekanan osmosis cairan tubuh ( Halim, A., 2002).
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merasa tertarik membahas dan mengangkatnya kedalam judul:’’Analisis kadar kalium pada pisang raja (Musaparadisiaca) dan pisang barangan (Musa acuminata linn) yang berasal dari kabupaten Pinrang”.
ALAT DAN BAHAN
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu penggambaran dari data penelitian secara kuantitatif untuk menganalisa kadar kalium pada pisang raja dan pisang barangan yang berasal dari kabupaten Pinrang dan dilakukan dengan teknik analisa laboratororium.
Lokasi penelitian dilaksanakan Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar pada tanggal 21 April 2016. Sampel dalam penelitian ini adalah buah pisang raja yang matang sebanyak 3 buah dan pisang barangan yang matang sebanyak 3 buah yang diambil dengan tehnik purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel yang memiliki kriteria tertentu yaitu pisang yang sudah matang.
PROSEDUR LABORATORIUM
1.    Pra Analitik
a.    Persiapan sampel
Sampel yang baik adalah pisang dengan tingkat kematangan yang pas agar hasil yang diperoleh lebih baik.
b.    Persiapan alat dan bahan
Alat :
1)    Cawan porselin
2)    Beaker glass
3)    glass ukur
4)    Neraca analitik
5)    Pipet volume
6)    Hot plate
7)    Pengaduk
8)    Penggerus
9)    Lemari asam
10) Corong
11)  Pipet ukur
12) Botol sampel
13) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Bahan :
1)    Aqudest
2)    Asam sulfat (H2SO4)
3)    Asam nitrat pekat (HNO3)
4)    Asam klorida (HCL)
5)    Kertas whatman no. 1
6)    Kalium klorida (KCL)
7)    Sampel pisang (Raja dan Barangan)
8)    Analitik
2.    Analitik
a.    Preparasi sampel
Buah pisang raja dan pisang barangan dikupas lalu masing-masing dipotong kemudian sampel digerus sampai halus.
b.    Dekstruksi sampel
1)    Timbang sebanyak 10 gram pisang lalu dimasukkan kedalam beaker glass 250 ml.
2)    Tambahkan 10 ml asam sulfat (H2SO4) dan 10 ml asam nitrat pekat (HNO3).
3)    Panaskan perlahan hingga berwarna gelap.
4)    Tambahkan 5 ml asam nitrat pekat (HNO3) dan lakukan pemanasan hingga larutan terlihat jernih, dinginkan.
5)     Filtrat setelah didekstruksi dimasukkan kedalam glass ukur 50 ml dan tambah aquadest sampai tanda batas.
6)    Saring larutan menggunakan kertas whatman no.1
c.    Pembuatan larutan stok kalium 1000 ppm (Part Per Milion)
Ditimbang 1,910 gram KCL, tambahkan HCL 3 ml larutkan dengan aquadest hingga 100 ml, dan cukupkan volumenya sampai tanda batas (1000 ppm). Stok 1000  ppm dibuat larutan standar menengah dengan larutan 500 ppm, yaitu 50 ml larutan stok 1000 ppm dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya sampai tanda batas 100 ml. Dari larutan ini dipipet 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, dan 10 ml. Kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, dicukupkan volumenya hingga batas tanda sehingga diperoleh larutan baku dengan konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm dan 50 ppm.
d.    Pembuatan kurva baku
Dibuat larutan baku dengan konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm, dengan cara dipipet larutan standar 1000 ppm masing-masing 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, dan 10 ml. Diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 766,5 nm dengan lampu katoda K. Kurva baku dibuat dengan cara memplotkan absorban terhadap konsentrasi larutan (ppm).
e.    Penentuan panjang gelombang maksimum
Hasil penyaringan sampel pisang raja dan pisang barangan masing-masing diukur serapan kalium dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 766,5 nm.
f.     Analisa kadar kalium
Larutan sampel di baca kadarnya dengan menggunakan  alat spektrofotometer serapan atom dengan absorban dengan panjang gelombang 766,5 nm.
3.    Pasca analitik
Interpretasi hasil :
Kadar kalium pada pisang 358 µg/g.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar pada tanggal 21 April 2016. Pada 3 sampel pisang raja dan 3 sampel pisang barangan yang berasal dari Kabupaten Pinrang diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Kalium pada Pisang Raja (Musa Paradisiaca) dan Pisang Barangan (Musa Acuminata Linn)
No     Urut
No.Lab
Kode Sampel
Satuan
Kalium
1
15105404
A1
µg/g
121,27
A2
µg/g
131,03
A3
µg/g
126,27
2
15105405
B1
µg/g
105,39
B2
µg/g
104,97
B3
µg/g
107,09
Sumber : Data Primer 2016.
32
Pada penelitian ini dilakukan analisis kadar kalium pada pisang raja dan pisang barangan yang berasal dari kabupaten Pinrang dengan menggunakan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Pada penelitian ini menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) karena kalium termasuk dalam unsur logam dan SSA adalah suatu alat yang digunakan untuk menentukan unsur suatu logam.
Pisang raja dan pisang barangan yang telah ditimbang masing-masing sebanyak 10 gram, ditambahkan asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3) sebanyak 10 ml, fungsi dari penambahan asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3) yaitu untuk mempercepat terjadinya reaksi oksidasi dan mempercepat proses dekstruksi, karena asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3) termasuk dalam golongan asam kuat dan oksidator kuat.
Kemudian dipanaskan diatas hot plate sampai larutan terlihat jernih. Setelah itu sampel dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml dan ditambah aquadest sampai tanda batas. Lalu sampel disaring dengan menggunakan kertas whatman no 1 untuk memperoleh filtrat dari pisang raja dan pisang barangan. Kemudian sampel masing-masing dimasukkan kedalam botol kaca dan siap dianalisa kuantitatif dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Pisang raja dan pisang barangan yang berasal dari kabupaten Pinrang mengandung kalium yang cukup sehingga dapat digunakan sebagai salah satu sumber kalium harian.
Dari hasil analisis kuantitatif yang telah diperiksa secara spektrofotometer serapan atom, menunjukkan bahwa 3 pisang raja dan 3 pisang barangan yang berasal dari kabupaten Pinrang mengandung kalium dengan kadar masing-masing pada sampel P.Raja1 = 121,27 µg/g, sampel P. Raja2 = 131,03 µg/g, P.Raja3 = 126,27 µg/g, sampel P.Barangan1 = 105,39 µg/g, sampel P. Barangan2 = 104,87 µg/g, sampel P.Barangan3 = 107,09 µg/g.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil yang berbeda-beda. Yang menyebabkan perbedaan dari hasil tersebut yaitu karena terjadinya proses dekstruksi yang tidak sempurna sehingga didapatkan hasil yang berbeda.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka disimpulkan bahwa pada pisang raja dan pisang barangan yang berasal dari Kabupaten Pinrang telah diteliti mengandung kalium. Pisang raja kadar kaliumnya lebih tinggi daripada pisang barangan, secara umum pisang mengandung kalium 358 µg/g.
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pembaca dan mengetahui fungsi serta peranan kalium didalam tubuh seperti dapat mencegah strok, mencegah gula darah rendah, sebagai elektrolit, dan mencegah keseimbangan cairan didalam tubuh.
DAFTAR RUJUKAN
Gembong, T., 2001. Taksonomi Tumbuhan. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Halim, A., 2002. Nirtrogen Phospate Kalium.  Liberty. Surabaya.
Haryono, B., 2007. Prosedur Analisa. Liberty. Yogyakarta.
Joko, P., 2006. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Andi. Yogyakarta.
Natawidjaja, S., 2001. Mengenal Buah-buahan Yang Bergizi. Pustaka Dian. Bandung.
Nazaruddin, Muchlisah, F., 2003. Buah Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Oemarjati, S.,2002, Bertanam Pohon Buah-buahan. Kanisius. Yogyakarta.
Robert, E., 2001. Pengetahuan Gizi Mineral. Kanisius. Bandung
Sumartono.,  2001. Pisang. Bumi Restu. Jakarta.
Supriyadi, A., 2008. Pisang Budi Daya, Pengolahan, dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suyanti., 2010. Pisang Edisi Revisi, Penebar Swadaya. Jakarta.








STUDI KUALITAS AIR MINUM ISI ULANG DI JALAN ABDUL KADIR KECAMATAN TAMALATE KOTA MAKASSAR
HASAN
ABSTRACT
Water Recharging is one of the new alternative, cheaper and more practical for the community, to meet the drinking water needs. However Drinking Water Quality Recharging can cause health problems relating to the quality parameters of physical, chemical, biological and radioactive.
The purpose of this study was to determine the quality of drinking water Recharging based processing, parameter temperature, turbidity, color, Total Dissolved Substances, Smell, Taste, iron, pH, and MPN Coli. This study uses descriptive and observational approach sampling method is total sampling with a sample size 6 samples.
The results showed that the treatment process AMIU, temperature parameters 27.0 to 29.1, Keruhan 0.0 to 18 NTU, Colour all TCU 0, Total Dissolved Substance 20-300 mg / L, smell all odorless, tasteless Rasa all , a pH of 7.50 to 8.11 mg / L, Iron all 0 mg / L for all depot qualify. Coli MPN biological parameters that five samples grading qualify 0/100 Ml water samples and one sample that does not qualify the 70/100 level Ml of water samples by PERMENKES No. 492 / Menkes / PER / IV / 2010 levels 0/100 ml sample.
Based on the research that has been conducted, it is expected that all employers Depot Refill Water to keep improving the quality of refill drinking water produced and To intansi related to always perform continuous monitoring of the quality of drinking water refills will distributorkan to the public. And to society as a consumer to always be cautious in choosing and consuming drinking water refills.
Keywords : Quality of Drinking Water Refill physical parameters, chemical and biological parameters

PENDAHULUAN
Penyediaan air bersih masih menjadi salah satu perioritas dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan materi esensial yang tidak ada satu satupun mahkluk hidup di dunia ini yang tidak membutuhkan air. Kita memerlukan air bersih untuk minum, memasak, mencuci, dan keperluan lain. Selain itu, air juga dibutuhkan untuk kelangsungan proses industri, kegiatan pertanian, perikanan dan  disektor-sektor dan lain. Tubuh manusia rata-rata mengandung air sebanyak 90 % dari berat badannya. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60%, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Untuk kebutuhan tersebut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan konsumsi air perhari 2,9 liter untuk untuk pria dan 2,2 liter untuk wanita dewasa. Gabungan parah ahli dalam National Academics of Science, Institusi of Medicine dan Nutrition Board jaga merekomendasiakan hal serupa, 3 liter perhari untuk pria dewasa dan 2,2 liter untuk wanita dewasa. Namun agar tetap sehat harus memenuhi persyaratan fisik, kimia, maupun bakteriologis. (Tirta, 2016).
Seiring menigkatnya kepadatan penduduk maka kebutuhan air pun semakin meningkat sehingga dituntut tersedianya air yang sehat, yang meliputi pengamanan dan penetapan kualitas, kuantitas air untuk kebutuhan hidup manusia. Di Indonesia, cakupan pelayanan air minum  tahun 2014 di Indonesia baru 29 % dan sisanya bergantung pada sumber air minum dari air permukaan, air sumur, air sungai, serta air hujan yang tidak terlindungi. Sebagian besar air yang dikonsumsi masyarakat juga tercemar oleh koli tinja. Air minum yang berkualitas dan layak minum harus dapat diterima secara estetis, jernih, tidak berasa dan tidak berbau, tidak mengandung partikel terlarut, serta tidak mengundang kuman dan logam berat yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Ketiadaan bakteri Escherichia coli merupakan salah satu indikator mutu dan keamanan air minum. Bakteri ini habitat alaminya adalah pada usus manusia. (Ratih, 2016)
Sebagian besar kebutuhan air minum dikalangan masyarakat selama ini dipenuhi dari sumber air sumur atau dari air permukaan yang telah diolah oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), karena semakin rendahnya kualitas air sumur, sementara PDAM belum mampu memasok air dengan jumlah yang memadai dan kualitas cukup  serta belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara merata, sehingga merangsang pertumbuhan Perusahan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang siapa melayani masyarakat. (AMPL,  2016)
Saat ini di Indonesia lebih dari 350 industri perusahaan dalam kemasan (AMDK), berdasarkan data sementara Apdamindo, saat ini ada sekitar 300 depot air minum isi ulang (AMIU) di Sulsel dan separuh di antaranya berada di Kota Makassar. Usaha ini menyerap lebih dari 3.000 tenaga kerja dengan investasi sekitar Rp1,5 miliar atau rata-rata Rp50 juta/unit usaha. Industri air minum isi ulang (AMIU) tumbuh pesat dan telah menjadi salah satu alternatif bisnis kecil dan menengah serta berkonstruksi terhadap suplai air minum di kota-kota besar dengan harga terjangkau, sekitar Rp. 3000/galon. Sayangnya, belum ada data pasti tentang data jumlah industri air minum isi ulang (AMIU) yang ada di Indonesia, karena sebagian industri ini tidak terdaftar. Di sisi lain, perkembangan industri berpotensi menimbulkan dampak negatif  terhadap kesehatan konsumen, bila tidak ada regulasi yang efektif. Isu yang mengemukakaan saat ini adalah rendahnya jaminan kualitas terhadap air minum yang dihasilkan. (PERSI, 2009).
Pakar kesehatan lingkungan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, penyakit diare pada 2014 lalu diderita oleh 124 juta orang di Indonesia. Jumlah kasus diare menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun, balita yang minum air tercemar memiliki risiko lebih tinggi terkena diare dibanding balita yang air minumnya aman. Diare disebut sebagai peringkat kedua penyebab kematian balita dengan 162.000 kematian setiap tahunnya, Untuk memantau kebersihan air, Unilever bekerja sama dengan Sucofindo mengadakan survei terhadap 300 sumber air minum dan hasilnya, 48% sumber air di Jabodetabek dan Bandung tersebut tercemar oleh bakteri coliform dan 50% berada pada tingkat keasaman (pH) yang rendah di luar ambang batas wajar. Penelitian menyebutkan, hampir 50% penyakit yang diderita masyarakat Indonesia disebabkan oleh air minum yang tercemar.
Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6–2 kali per tahun. Kasubdit Diare dan Kecacingan Depkes, I Wayan Widaya mengatakan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2011, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2012 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat. Jumlah penderita diare tertinggi ada di daerah NTT yakni 2194 jiwa, sedangkan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sebesar 196 jiwa. ( Piogama, 2016)
Hampir di setiap sudut kota kita dapat jumpai depot air minum isi ulang. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, mengenai jumlah kepemilikan depot air minum isi ulang (AMIU) yang terdaftar sampai dengan tahun 2014 sebanyak 1462 depot. Produk air minum isi ulang belakangan ini menjadi perhatian khusus Dinas Kesehatan setempat. Dinas Kesehatan menghimbau warga untuk mewaspadai mengkonsumsi air minum isi ulang tersebut.  Maraknya air minum isi ulang tersebut dengan bahaya kesehatan yang dapat di timbulkan menunjukkan betapa besarnya jangkauan dan sulitnya dilakukan pengawasan. Telah ditekankan dalam Permenkes No 492/MENKES/IV/2010, tentang pengawasan air minum, bahwa pengawasan harus dilakuakan oleh Dinas Kesehatan.
Berdasarkan literatur yang ada, standar kesehatan yang perlu diperhatikan mencakup beberapa aspek, Antara lain aspek prasarana, sumber daya manusia (SDM), proses pegelolahan dan produk yang dihasilkan serta aspek fisik, aspek kimiawi, dan bakteriologi. Hal ini yang menjadi landasan motivasi penulis untuk melakukan penelitan tentang Kualitas Air Minum Isi Ulang (AMIU) di Jalan Abdul Kadir Kecamatan Tamalate Kota Makassar.
ALAT DAN BAHAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan deskriptif untuk memperoleh informasi tentang kualitas Air minum Isi Ulang di Jalan Abdul Kadir Kecamatan kota Makassar melalui pemeriksaan di labolatorium yang dilaksanakan di Jalan Abdul Kadir Kecamatan Tamalate Kota Makassar,dengan metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode Total sampling sebanyak 6 sampel uji.
Intrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Bahan dan Alat Pengambilan sampel air minum isi ulang
a.    Terbuat dari bahan yang tidak terpengaruh sifat contoh (misalnya untuk keperluan pemeriksaan logam, alat pengambil contoh tidak terbuat daru logam)
b.    Mudah dicuci dari bekas sampel sebelumnya.
c.    Contoh mudah dipindahkan ke dalam botol penampung/wadah penyimpan tanpa ada sisa bahan tersuspensi didalamnya.
d.    Kapasitas alat 1-5 liter, tergantung dari maksud pemeriksaan
e.    Mudah dan aman dibawa.
2.    Jenis Unit Pengambil sampel
a.    Alat pengambil contoh sederhana, berupa botol biasa atau ember plastik yg digunakan pd permukaan air secara langsung.
b.    Alat (botol) harus dibilas sebelum pengambilan sampel
c.    Ambil sesuai dengan keperluan
d.    Bila sampel diambil beberapa titik, volume sampel harus sama.
e.    Celupkan botol kedalam air atau langsung di tempat keluarnya (kran) air
f.     Isi botol sampai penuh (jangan ada gelembung udara)
g.    Alat pengambil contoh otomatis yg dilengkapi dgn alat pengatur waktu dan volume contoh air yg akan diambil.
3.    Pengawetan sampel air
Pengawetan sampel air adalah usaha untuk menghambat perubahan komposisi zat-zat tertentu yg ada di suatu sampel. Oleh karena itu meski sampel sudah diawetkan, pengujian terhadap parameter harus segera dilakukan agar hasil mencerminkan keadaan sampel pada waktu diambil.
4.    Pengujian Parameter Fisik
a.    Suhu
Sampel diukur dengan menggunkan metode elektrometrik, alat pendeteksi tersebut dihidupkan kemudian didiamkan bebera menit hingga menunjukkan konstan
b.    Kekeruhan
Pengujian kekeruhan dengan menggunakan paintest, sampel dimasukkan dalam kuvet absorpasi, paintest dihidupkan dan hasilnya akan terlihat pada layar paintest nilai turbidity sampel.
c.    Warna.
 Pengujian warna dengan menggunakan paintest, sampel dimasukkan dalam kuvet absorpasi, paintest dihidupkan dan hasilnya akan terlihat pada layar paintest nilai warna sampel.
d.    Total zat terlarut
Sampel diukur dengan menggunkan metode elektrometrik, alat pendeteksi tersebut dihidupkan kemudian didiamkan bebera menit hingga menunjukkan konstan.
e.    Rasa dan Bau.
Pengujian rasa dan bau dengan menggunakan metode organleptik.
5.    Pengujian Parameter Kimia.
a.    pH
Pengujian kekeruhan dengan menggunakan colorimeter, sampel dimasukkan dalam kuvet absorpasi, colorimeter dihidupkan dan hasilnya akan terlihat pada layar colorimeter nilai pH sampel.
b.    Besi (Fe)
Pengujian besi dengan menggunakan colorimeter, sampel dimasukkan dalam kuvet absorpasi, colorimeter dihidupkan dan hasilnya akan terlihat pada layar colorimeter nilai besi sampel.
6.    Pemeriksaan Parameter Bakteriologis
a.    Prosedur tes
1)    Untuk setiap sampel air, gunakan tabung 10 ml dan/atau 1 ml (9 + 1 ml).
2)    Beri label dengan nomor sempel pada tiap tabung, cacat tanggal, nama, tempat dan volume sampel pada lembaran catatan sampel.
3)    Jika sampel air yang diambil berasal dari sumber yang diberi kaporit, tarolah air tersebut didalam botol steril ( volume 120 – 150 ml ) yang berisi 0,1 ml larutan 3 % sodium thiosulfat (Na2S2O3). Larutan ini untuk menetralkan chloor didalam air dan harus ditambahkan sebelum botol sampel disterilkan
4)    Didalam labolatorium, gunkan tabung gelas ukuran skala yang steril untuk menkar volume air yang diperlukan sebelum di tuangkan kedalam botol berisi media kertas H2S atau tuangkan sampel air itu dengan hati – hati kedalam tabung media kertas H2S sampai pada garis tada volume 10 ml. Pada cara ini, leher botol sampel air harus di apikan sebelum dituangkan.
5)    Jika sampel air berasal dari sumur, mata air, sungai, parit, dan lain-lain, bilaslah wadah pengambil paling tidak tiga kali didalam air yang akan diambil. Untuk memudahkan pemindahan sampel dari wadah besar kedalam tabung 10 ml dan 1 ml, tuangkan air dari wadah kedalam gelas yang sudah disterilkan dengan cara menuangkan air mendidih kedalamnya dan biarkan 2–3 menit. Buang air mendidih itu dan masukkan sampel air serta ikuti prosedur sama untuk kran.
6)    Periksalah sampel-sampel itu setiap hari sampai tiga hari pada jam yang sama. Jika terjadi warna hitam atau gelap pada kertas didalam sampel air, maka hasil tes positif.
b.    Pencatatan dan hasil tes
1)    Jika botol tes H2S 100 ml menjadi positif (berwarna hitam), menunjukkan adanya paling sedikit satu bakteri indikator per 100 ml. Namun bila penghitaman terjadi sangat cepat dan intestif (< 24 jam), menunjukkan kehadiran bakteri indikator dalam jumlah yang lebih besar.
2)    Jika botol tes H2S 20 ml menjadi positif (berwarna hitam), menunjukkan adanya paling sedikit lima bakteri indikator per 100 ml. Namun bila penghitaman terjadi sangat cepat dan intestif (< 24 jam), menunjukkan bahwa ada > 50 bakteri indikator per 100 ml sampel air.
3)    Jika tabung  H2S 10 ml menjadi positif (berwarna hitam), menunjukkan adanya paling sedikit sepuluh bakteri indikator per 100 ml. Namun bila penghitaman terjadi sangat cepat dan intestif (< 18 jam), menunjukkan bahwa adanya bakteri indikator dalam jumlah yang lebih besar.
4)    Jika tabung 1 ml menjadi positif (berwarna hitam), menunjukkan adanya paling sedikit seratus bakteri indikator per 100 ml. Namun bila penghitaman terjadi sangat cepat dan intestif (< 18 jam), menunjukkan bahwa adanya bakteri indikator dalam jumlah yang lebih besar > 200 per 100 ml.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Abdul Kadir Kecamatan Tamalate Kota Makassar selama 30 hari mulai pada tanggal 14 Maret sampai 14 April 2016, dengan mengambil 6 sampel Depot Air Minum Isi Ulang. Data yang diolah dan dianalisis disesuaikan dengan tujuan penelitian. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel yang dilengkapi dengan penjelasan sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Pemeriksaan Proses Air Minum Isi Ulang Di Jalan Abdul Kadir Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun 2016.
Depot AMIU
Proses pengolahan Air Minum Isi Ulang
Air Baku
Keterangan
Filtrasi
UV
Ozonasi
RO
AT
QM
MR
NT
HW
AD
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
Pegunungan
Pegunungan
Pegunungan
Pegunungan
Pegunungan
P A M
Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
Sumber : Data Primer, 2016
Tabel 1 Menunjukkan bahwa, dari 6 sampel pemeriksaan proses pegolahan air minum isi ulang dinyatakan memenuhi syarat dengan jenis proses pegolahan air minum isi ulang secara Filtrasi, Ultra Violet, Ozonasasi, Reversed Osmosis.
Tabel 2. Distribusi Hasil Pemeriksaan Proses Air Minum Isi Ulang Di Jalan Abdul Kadir Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun 2016.
Proses pengolahan
N
Persentase
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
6
0
100,0
0
Jumlah
6
100,0
Sumber : Data Primer, 2016.
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 6 sampel pemeriksaan proses pengolahan air minum isi ulang yang memenuhi syarat sebanyak 100,0% dan yang tidak memenuhi syarat 0%.
Tabel 3. Distribusi Hasil Pemeriksaan Sampel Air Minum Isi Ulang (AMIU) Berdasarkan Parameter MPN Coli Di Jalan Abdul Kadir Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun 2016.
Depot AMIU
ml Sampel
Standar/Sampel
Keterangan
AT
QM
MR
NT
HW
AD
70
0
0
0
0
0
0/100 ml 0/100 ml 0/100 ml 0/100 ml
0/100 ml
0/100 ml
Tidak Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
Layak
Sumber : Data Primer 2016.
Tabel 3 Menenunjukkan bahwa, dari 6 sampel pemeriksaan parameter MPN coli air minum isi ulang ada 1 sampel yang tidak memenuhi syarat dengan kadar 70/100 ml sampel  dan 5 sampel memenuhi syarat dengan kadar 0/100 ml sampel karna sesuai dengan  standar maksimum  0/100 ml sampel.
Tabel 3 Menenunjukkan bahwa, dari 6 sampel pemeriksaan parameter MPN coli air minum isi ulang ada 1 sampel yang tidak memenuhi syarat dengan kadar 70/100 ml sampel  dan 5 sampel memenuhi syarat dengan kadar 0/100 ml sampel karna sesuai dengan  standar maksimum  0/100 ml sampel.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan di labolatorium menunjukkan bahwa dari 6 sampel depot air minum isi ulang yang ada di Jalan Abdul Kadir Kecamatan  Kota Makassar Tahun 2016 ada satu sampel yang tidak memenuhi syarat dengan kadar bakteri coli 70 jml/100 ml, kadar ini tidak sesuai dengan standar PERMENKES RI No 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang syarat-syarat dan pengawasan air minum adalah 0/100 ml sampel. Lima sampel memenuhi syarat dengan kadar 0 karna sesuai dengan  standar PERMENKES RI No 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang syarat-syarat dan pengawasan air minum dengan kadar maksimum  0/100 ml sampel.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Danandoyo (2005) di Depot Air Minum Isi Ulang Kecamatan Jebres kota surakarta menunjukkan bahwa 4 dari 12 depot air minum isi ulang terdapat bakteri coliform, yaitu depot AR terdapat coliform 7,56 per 100 ml, depot AA terdapat coliform 4,26 per 100 ml, depot GS terdapat coliform 7,56 per 100 ml  dan depot RD terdapat coliform 2,06 per 100 ml, kadar ini tidak sesuai dengan standar  PERMENKES RI No 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang syarat-syarat dan pengawasan air minum adalah 0/100 ml sampel.
Bakteri Coli merupakan parameter mikrobiologis yang terpenting untuk mengukur kualitas air minum. Kelompok bakteri ini terdiri atas Eschericia coli, Entrerobacter aerogenes, Antrobacter fruendi, dan bakteri lainya. Bakteri yang bisa ditemukan pada kotoron manusia ini ada yang secara langsung menimbulkan penyakit namun ada juga tidak secara langsung menimbulkan penyakit tertentu.
Keberdaan bakteri ini dalam air minum isi ulang yang ada didepot yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena rendahnya tingkat sanitasi, proses pengolahan yang kurang diperhatikan hingga menyebabkan terjadinya kerusakan pada permukaan sel. Terjadinya kerusakan ini menyebabkan timbulnya jenis mikroba dalam air.
Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coli, semakin tinggi pula tigkat resiko kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang hidup dalam kotoran tinja manusia dan hewan. Salah satu jenis bakteri coli yang dapat menyebabkan gejala diare, demam, kram perut dan muntah adalah Sigella. Bakteri lain seperti Eschericia coli yang bersifat patogen bisa menyebabkan diare berdarah, mual, dan demam.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitin dan pemeriksaan sampel air minum isi ulang (AMIU) di Jalan Abdul Kadir Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun 2016, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.    Kualitas air minum isi ulang berdasarkan proses pegolahan air minum isi ulang untuk 6 depot air minum isi ulang memenuhi syarat di Jalan Abdul Kadir Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun 2016
2.    Kualitas air minum isi ulang berdasarkan parameter fisik untuk 6 depot air minum isi ulang memenuhi syarat sesuai dengan PERMENKES RI NO 492/MENKES/PER/IV/2010 di Jalan Abdul Kadir Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun 2016.
3.    Kualitas air minum isi ulang berdasarkan parameter kimia untuk semua 6 depot air minum isi ulang memenuhi syarat sesuai dengan PERMENKES RI NO 492/MENKES/PER/IV/2010 di Jalan Abdul Kadir Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun 2016.
4.    Kualitas air minum isi ulang berdasarkan parameter biologis untuk 6 depot air minum isi ulang ada satu depot yang tidak memenuhi syarat dan lima depot memenuhi syarat sesuai dengan PERMENKES RI NO 492/MENKES/IV/2010 di Jalan Abdul Kadir Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun 2016 sehingga disarankan kepala pemilik depot air minum isi ulang di Jalan Abdul Kadir Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun 2016 agar lebih meningkatkan kualitas air minum isi ulang yang diproduksi baik secara proses pengolahan, parameter fisik, parameter kimia, parameter biologis dan radioaktif sehingga tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan.
DAFTAR RUJUKAN
AMPL, DIGILIP, 2016. Yakin Air minum Anda Tak Tercemar. (online),(http://www.localhos/air%20anda%20tercemar.htm, di akses net, Sabtu 2 Mei 2016)
Anonymous. 2016. Diktat Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Malang: UMM, (online), (http://google.com/polusi air. di akses net, Senin 4 Mei 2016)
Darussalam, 2007. Studi Kualitas Air Minum Isi Ulang. Jurusan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Timur. Skripsi tidak diterbitkan,  Makassar.
Ditjen PPM-PL, Depkes RI, 2009. Jumlah Penderita Dan Kematian Diare Pada Kejadian Luar Biasa Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2001, 2007 dan 2008.
Daud, Anwar dan Rosman. 2002. Aspek Kesehatan Penyediaan Air Bersih. Jurusan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar.
GENEVA, 2010. WHO:17 Penyakit Tropis Terabaikan. Harian Kompas. Jumat, 15 Oktober 2010, Halaman 13.
Gunadi, 2014. 7 Kecematan Bersanitasi Buruk, (online), (http://www.localhos/sanitsai%20buruk.htm, di akses net, Senin 4 Mei 2016).
Haryanto, Budi, 2016. Air Minum Penunjang Kesehatan. (online), (http://www.lokal/sanitasi%20buruk.htm, di akses net, Senin 4 Mei 2016).
Kalimaya, Tirta, 2016. Tirta Mandiri Usaha Air Minum Isi Ulang Kulitas Tinggi Teknologi Reversi Osmosis-Hexagonal, (Online). (http://www.digilib.unnes.ac.id/../doc.pdf. di akses net, Rabu 6 Mei 2016).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.492 Tahun 2010 Tentang Syarat-syarat Dan Pengawasan Air Minum, 2010. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Latuconsina, Luhry, 2005. Studi Kualitas Air Minum Isi Ulang, Jurusan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Timur. Skiripsi tidak diterbitkan, Makassar.
Muntu, Roni. 2003. Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Dapertemen Kesehatan RI, Politeknik Kesehatan Jurusan  Kesehatan Lingkungan.
Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia, 2009. Hati-Hati, Banyak Depot Air Minum Isi Ulang Tak Terdaftar. (online),  (http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=3818&tbl=cakrawala, Di Input Net Selasa 5 Mei 2016)
Sutrisno, Toto, dkk, 2002. Teknologi Penyediaan Air Bersih, Reneka Cipta, Jakarta.
Slamet, Juli Soemirat, 2005, Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Suripin, IR, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan Air, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.
Suprihatin, 2014. Keamanan Air Minum Isi Ulang. (online), (http://www.intisari.com, diakses net, 2 Mei 2016).
Wardana, arya, wisnu. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta. 
Zuhri, Shofyan, 2016. Pemeriksaan Mikrobiologis Air Minum Isi Ulang. (online), (http://www.Pemeriksaan Bateriologi Air.com.  di akses net 2 Mei 2016).



PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK KHAMIR TERHADAP AKTIVITAS ANTIBAKTERI ISOLAT FUNGI ENDOFIT GENUS PAECILOMYCES DARI KULIT BUAH KAKAO
(Theobroma cacao L.)
ASNURBAETY DWIYANA
ABSTRACT
A research about the effect of yeast extract addition on the antibacterial activity of endophytic fungi Paecilomyces genus from cacao pod husk (Theobroma cacao L.) has been conducted. The purpose of this research was to know the effect of adding yeast extract on the antibacterial activity produced by endophytic fungi of cacao pod husk. Isolate of endophytic fungi fermented in Potato Dextrose Broth (PDB) medium  with the addition of yeast extract 0.25% w/v, 0.5% w/v, 1% w/v, 2% w/v, on a rotary shaker at 150 rpm for 7 days and then centrifuged at 3000 rpm for 15 minutes. The  antibacterial activity of supernatant was determined by measuring the growth inhibition of pathogenic bacteria Streptococcus mutans with agar diffusion method using paper disc for 24 hours incubation. The inhibition zone of negative control and sample with the addition of yeast extract 0.25% w/v, 0.5% w/v, 1% w/v, 2% w/v to S. mutans were 7.2 mm, 7.3 mm, 7.7 mm, 8.0 mm, and  8.4 mm, respectively.  These results indicated that yeast extract addition 1% w/v and 2% w/v have the most significantly influence toward antibacterial activity effect of endophytic fungi Paecilomyces genus.

PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara terbesar akan keanekaragaman hayatinya dan sangat potensial dalam mengembangkan obat herbal yang berbasis pada tanaman obat. Tanaman sebagai sumber bahan baku obat yang tak ternilai harganya, perlu terus menerus mendapat perhatian. Eksploitasi tanaman obat yang berlebihan tanpa memperhatikan upaya konservasinya tentu sangat mengkhawatirkan. Peran para ahli budidaya tanaman dan para ahli bioteknologi sangat penting untuk menghindari kelangkaan bahan baku obat herbal yang sampai saat ini masih diambil dari tanaman aslinya secara konvensional.
Pada umumnya untuk mengambil senyawa bioaktif secara langsung dari tanamannya dibutuhkan sangat banyak biomassa atau bagian dari tanamannya. Untuk mengefisienkan cara memperoleh senyawa bioaktif tersebut, maka digunakan mikroba endofit yang diperoleh dari bagian dalam tanaman yang diharapkan mampu menghasilkan sejumlah senyawa bioaktif yang dibutuhkan tanpa harus mengekstrak dari tanamannya.
Mikroba endofit yang terdapat di berbagai jaringan tanaman merupakan organisme hidup yang berukuran mikroskopik (bakteri dan jamur) yang hidup di dalam jaringan tanaman, daun, akar, buah, dan batang. Mikroba ini hidup bersimbiosis saling menguntungkan dengan tanaman inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit.
Salah satu tanaman yang memiliki fungi endofit adalah tanaman coklat atau tanaman kakao (Theobroma cacao L.), suku Sterculiaceae yang merupakan suatu jenis tanaman hutan hujan tropis. Tanaman kakao bersifat antimikroba terhadap beberapa bakteri patogen dan kariogenik, juga berkhasiat sebagai antioksidan, mencegah penyakit-penyakit degeneratif utamanya penyakit kardiovaskuler, kanker, dan antivirus. Selain manfaat di atas, fungi endofit yang terdapat dalam tanaman kakao berpotensi menghasilkan senyawa antimikroba.
Hasil penelitian Fatima N. I., diperoleh 4 isolat fungi endofit dalam kulit buah kakao dan 3 diantaranya memiliki efek antimikroba, yaitu spesies Acremonium sp., Beauveria sp., dan Aspergillus sp. Hasil penelitian Sartini, juga diperoleh isolat fungi endofit dari tanaman kakao yaitu genus Paecilomyces yang berpotensi sebagai antimikroba.
Pada proses fermentasi mikroorganisme, pemilihan medium yang tepat sangat penting terhadap kesuksesan industri fermentasi. Medium menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan, energi, zat pembangun sel, dan substrat biosintesis produk fermentasi. Medium yang digunakan untuk menumbuhkan fungi mengandung sumber karbon (umumnya glukosa), sumber nitrogen (umumnya amonia atau nitrat terkadang asam amino), fosfat, sulfat, magnesium, potasium, dan unsur mikro seperti besi, mangan, zink, tembaga. Mikroba endofit di dalam medium fermentasi, umumnya dapat menghasilkan metabolit sekunder yang analog seperti tanaman inangnya dengan bantuan aktivitas suatu enzim.
Mikroba endofit dapat menghasilkan enzim,  jika sumber nitrogen cukup tersedia di dalam media, sedangkan pada media yang digunakan yaitu Potato Dekstrosa Broth (PDB) tidak diperoleh sumber nitrogen, sehingga perlu penambahan sumber nitrogen dari luar antara lain dari ekstrak khamir. Ekstrak khamir mengandung asam amino, vitamin, peptida dan polipeptida.
Permasalahannya adalah apakah penambahan ekstrak khamir dalam media PDB dapat mempengaruhi aktivitas antibakteri isolat fungi endofit genus Paecilomyces dari tanaman kakao (Theobroma cacao L.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak khamir terhadap aktivitas antibakteri yang dihasilkan oleh isolat fungi endofit genus Paecilomyces dari tanaman kakao (Theobroma cacao L.).
ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf (All American Model 25x-2), cawan petri, enkas, inkubator (WTB Binder), jangka sorong, LAF (Laminar Air Flow) (Envirco), lemari pendingin, mikropipet (Nesco), oven (Memmert), shaker inkubator, sentrifuge (model DKC-1006T), tabung sentrifuge, timbangan analitik, tip.
Bahan-bahan yang digunakan adalah aquadest, amoxicilin, biakan  Streptococcus mutans, ekstrak khamir, isolat kulit buah kakao genus Paecilomyces ( Koleksi Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar), kertas cakram, medium Nutrien Agar (NA), Muller Hinton Agar (MHA), Potato Dekstrosa Agar (PDA), Potato Dekstrosa Broth (PDB).
Penyiapan Kultur Fungi Endofit
1.    Peremajaan Fungi
Dibuat medium Potato Dekstrosa Agar (PDA) dalam bentuk agar miring. Kemudian fungi endofit yang telah didapatkan pada penelitian sebelumnya, diinokulasi pada media agar miring. Diinkubasi selama 3 x 24 jam pada suhu 25 oC.
2.    Produksi Metabolit Sekunder dari Fungi Endofit
Dalam media Potato Dekstrosa Broth (PDB) ditambahkan ekstrak khamir dalam beberapa konsentrasi yaitu 0,25% b/v, 0,5% b/v, 1% b/v, 2% b/v, dan kontrol tanpa ekstrak khamir, lalu Isolat fungi endofit yang telah diremajakan, diinokulasi ke dalam media PDY (Potato Dekstrosa Broth + ekstrak khamir) dan difermentasi pada shaker putar dengan kecepatan 150 rpm selama 7 hari. Hasil fermentasi disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Dipisahkan supernatan dan endapan berupa massa sel. Supernatan hasil fermentasi diteteskan ke atas kertas cakram sebanyak 20 µl, didiamkan hingga kering dan digunakan untuk uji aktivitas antibakteri.
Uji Aktivitas Antibakteri
1.    Penyiapan Bakteri Uji
Bakteri uji yang akan digunakan diremajakan dahulu dengan cara : 1 ose mikroba uji Streptococcus mutans digoreskan pada medium  Nutrien Agar (NA), kemudian diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37 oC. Setelah masa inkubasi, bakteri uji dipanen dengan penambahan larutan NaCl fisiologis.
2.    Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Agar     
Media uji yang digunakan adalah media Muller Hinton Agar (MHA) untuk uji Aktivitas antibakteri. Ke dalam media  MHA diinokulasikan bakteri uji sebanyak 0,2 ml kemudian dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Supernatan dari hasil fermentasi dipipet sebanyak 20 µl diteteskan ke atas kertas cakram lalu dikeringkan dan diletakkan di atas media uji yang mengandung larutan uji. Kemudian diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37 oC. Zona hambatan yang terbentuk setelah masa inkubasi diukur diameternya.
Uji Kualitatif Metabolit Sekunder Dari Fungi Endofit
Supernatan dari hasil fermentasi yaitu kontrol tanpa ekstrak khamir dan penambahan ekstrak khamir serta ekstrak metanol kulit buah kakao, masing-masing diuji dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Sampel tersebut terlebih dahulu diuapkan, lalu dilarutkan dalam metanol, kemudian ditotolkan pada lempeng KLT silika gel 60 F254 dengan menggunakan pipa kapiler. Selanjutnya sampel dikromatografi di dalam wadah yang telah dijenuhkan dengan eluen metanol hingga mencapai batas lempeng KLT, angkat dan keringkan, kemudian diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm, jika terlihat noda, noda tersebut diberi tanda dengan pensil dan dihitung nilai Rfnya, kemudian disemprot dengan berbagai pereaksi semprot seperti H2SO4, Lieberman Bouchard, FeCl3, dan Sitroborat untuk mengetahui jenis senyawa yang dihasilkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penambahan ekstrak khamir diperoleh hasil fermentasi yang memiliki efek antibakteri terhadap mikroba uji yaitu :
Tabel 1. Hasil pengukuran diameter daerah hambat (aktivitas antibakteri) hasil fermentasi isolat fungi endofit genus Paecilomyces yang disertai penambahan ekstrak khamir terhadap Streptococcus mutans.

Hasil Fermentasi
Diameter Daerah Hambat (mm)
Streptococcus mutans.
Nilai
Rata-Rata
Tanpa penambahan ekstrak khamir
7,0
7,2
7,4
7,4
Penambahan ekstrak khamir sebanyak 0,25%b/v
7,4
7,3
7,1
7,5
Penambahan ekstrak khamir sebanyak 0,5%b/v
7,6
7,7
7,7
7,9
Penambahan ekstrak khamir sebanyak 1%b/v
7,9
8,0
8,0
8,1
Penambahan ekstrak khamir sebanyak 2%b/v
8,4
8,4
8,5
8,4
Sumber : Data Primer, 2016
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan pengujian tentang pengaruh penambahan ekstrak khamir terhadap aktivitas antibakteri isolat fungi endofit genus Paecilomyces dari kulit buah kakao terhadap bakteri uji Streptococcus mutans.
Isolat fungi endofit (gambar 1) terlebih dahulu diremajakan dan diinkubasi, kemudian difermentasi ke dalam medium PDB dengan penambahan ekstrak khamir yang berbeda-beda yaitu tanpa penambahan ekstrak khamir dan dengan penambahan ekstrak khamir sebanyak 0,25% b/v, 0,5% b/v, 1% b/v, dan 2% b/v. Hasil fermentasi (gambar 2) selanjutnya disentrifugasi dan diambil supernatannya untuk diuji analisis kualitatifnya dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) (gambar 3) dan diuji aktivitas antibakterinya dengan metode difusi kertas cakram menggunakan mikroba S. mutans.
Analisis kualitatif dengan cara KLT menggunakan pereaksi semprot sitroborat memberikan hasil positif terhadap flavonoid yaitu terlihat noda yang lebih berpendar kuning di bawah sinar UV 366 nm dibandingkan saat noda dilihat di bawah sinar UV 366 nm sebelum disemprot dengan pereaksi sitroborat (gambar 4a dan 4b). Kulit buah kakao mengandung pigmen kakao (campuran dari flavonoid terpolimerasi atau terkondensasi meliputi antosianidin, katekin, leukoantosianidin).
Supernatan yang diuji aktivitas antibakterinya memberikan efek penghambatan terhadap S. mutans dan efek tersebut semakin meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi ekstrak khamir yang ditambahkan (gambar 5). Hal ini disebabkan ekstrak khamir yang digunakan merupakan sumber nitrogen yang mengandung asam amino, peptida, dan polipeptida hasil pecahan ikatan peptida secara enzimatik di dalam khamir, vitamin, dan sebagai sumber nutrisi di dalam medium mikrobiologi yang akan membantu pembentukan enzim dalam menghasilkan metabolit sekunder. Ekstrak khamir juga memiliki total nitrogen sebanyak 10,70 % dan amino nitrogen 5,40%.
Hasil uji aktivitas antibakteri menghasilkan diameter hambatan berturut-turut sebesar 7,2 mm, 7,3 mm, 7,7 mm, 8,0 mm, dan 8,4 mm. Adanya efek penghambatan diduga terjadi karena isolat fungi endofit yang berasal dari kulit buah kakao menghasilkan metabolit sekunder yang analog dengan tanaman inangnya berupa flavonoid. Flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri karena kemampuannya membentuk kompleks dengan ekstraselular dan protein dari dinding sel bakteri. Salah satu flavonoid yang dikandung oleh kulit buah kakao yaitu katekin yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. mutans. Katekin akan menginaktifkan toksin kolera dan menghambat enzim glucosyltransferase dalam S.mutans.
Hasil analisis statistika dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) diperoleh F hitung sebesar 23,33. Karena F hitung lebih besar dari F tabel pada taraf 1%, maka terlihat perbedaan yang sangat signifikan dari penambahan ekstrak khamir terhadap diameter daerah hambat. Analisis lanjutan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak khamir pada konsentrasi 0,5% b/v memiliki pengaruh signifikan terhadap aktivitas antibakteri dari isolat fungi endofit genus Paecilomyces sedangkan konsentrasi ekstrak khamir 1% b/v dan 2% b/v berpengaruh sangat signifikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian dan analisis statistik yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan ekstrak khamir pada konsentrasi 0,5% b/v memiliki pengaruh signifikan terhadap aktivitas antibakteri dari isolat fungi endofit genus Paecilomyces sedangkan konsentrasi ekstrak khamir 1% b/v dan 2% b/v berpengaruh sangat signifikan. Oleh Karena Itu, disarankan kepada peneliti selanjutnya mengenai variasi media dan kondisi fermentasi untuk memproduksi senyawa antibakteri dari isolat fungi endofit genus Paecilomyces dan mengenai aktivitas antibakteri dari massa sel hasil fermentasi isolat fungi endofit genus Paecilomyces.

DAFTAR RUJUKAN
Azizah Nur. Uji Efek Antibakteri dari Ekstrak Aseton dan Etanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.). Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar. 2008. Hal 2.
Brooks, G. F., Butel, S J., Morse, S. A. Mikrobiologi Kedokteran. Terjemahan oleh Bagian Farmakologi FK-UNAIR. 2005. Penerbit Salemba Medika, Jakarta. 2001. Hal 8, 224
Casida Jr. L. E. Industrial Microbiology. John wiley and sons.inc, New York. 1968. Hal 5, 7-8, 55, 100-113,117, 219.
Campbell N. A. dkk. Biologi. Terjemahan oleh Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2000. Hal 185.
Djide N. dan Sartini. Mikrobiologi Farmasi Dasar. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fakultas Farmasi. Makassar. 1996. Hal 41-44.
Difco Laboratories. Difco manual 11th edition. Divisin of Becton Dickinson and Company. Sparks, Maryland-USA. 1998.
Djide N. dan Sartini. Dasar-Dasar Bioteknologi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fakultas Farmasi. Makassar. 1996. Hal 303-304.
Fatima N I. Skrining Awal Fungi Endofit Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) sebagai Penghasil Bahan Baku Antimikroba. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar. 2008. Hal 2, 35.
Fardiaz, S.. Fisiologi Fermentasi. Lembaga sumber daya informasi – IPB. Bogor. 1988. Hal 79, 105-107
Fitrawan M. Isolasi Mikroba Endofitik Penghasil Antibiotika dari Akar Rumput Belulang (Eleusine indica L.). Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Makassar. 2009. Hal 8.
Ganiswara, G.S. Farmakologi dan Terapi edisi 4. FK-UI. Jakarta.1995. hal 571-573
Harborne J. B. Metode Fitokimia. Penerbit ITB. Bandung. 1987. Hal 76
Mutchler, E.. Dinamika Obat. Ed. 4. Penerbit ITB. Bandung. 1991. Hal 634-635.
Sartini dan Natsir Hasnah. Seleksi Fungi Endofit dari Kulit Buah Kakao sebagai Penghasil Enzim Polifenol Oksidase. Laporan Penelitian Fundamental. Lembaga Peneltian Unhas. 2009.
Simarmata R. Lekatompessy S. Sukiman H. Isolasi Mikroba Endofitik dari Tanaman Obat Sambung Nyawa (Gynura procumbens) dan Analisis Potensinya sebagai Antimikroba. LIPI Cibinong. Bogor. 2005. Hal 85.
Sunanto H. Cokelat Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 1992. Hal 13-15.
Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S. Dasar-Dasar Mikrobiologi. jilid 2. diterjemahkan oleh Hadioetomo R.S.. Universitas Indonesia Press. Jakarta.1988.
Sugijanto N. E., dkk. Isolasi dan Determinasi berbagai Jamur Endofit dari Tanaman Aglaia elliptica, Aglaia eusideroxylon, Aglaia odorata, dan Aglaia odoratissima. Jurnal Penelitian Medika Eksakta vol. 5 no. 2 Agustus 2004. Hal 136-139.
Strobel, G. Daisy, B, Castillo, U. Natural Products from Endophytic microorganisms. Journal of Natural Products. 2004. Vol. 67   no. 2
Steenis, van C.G.G.J. Flora. PT. Praditya Paramita. Jakarta. 2005. Hal 196.
Syarmalina & Adeng F H. Endofit dan Pelestarian Alam. [serial on the internet] 2008 [dikutip 15 januari 2010]. Available from : http://www.isfinational.or.id/
Radji M. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. Desember 2005. Vol II. No.3. Hal 113.
Rodiah binti M.H. Pengekstrakan dan Sifat-Sifat Ekstrak Yis daripada Candida utilis. Universitas Sains Malaysia. 2007. Hal 20.
Rubini M. R. Silva-Riberio R. T. Diversity of Endophytic Fungal Community of Cacao (Theobroma cacao L.) and Biological Control of Crinipellis Perniciosa, Causal Agent of Witches Broom Disease.  International J. of Biological Science. 2005. Hal 1, 24-33.
Turner, W. B. Fungal Metabolites. Academic Press. London and New York. 1971. Hal 16-18.
Tjitrosoepomo, G. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 2004. Hal 178.
Tropical Data Base. Chocolate (Theobroma cacao L.), Raintree Nutrition, inc. Carson City. 1996.
Worang, R.L. Fungi Endofit Sebagai Penghasil Antibiotika. Makalah Individu., Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 2003. hal. 2











IDENTIFIKASI JAMUR PADA PAKAIAN BEKAS YANG DIJUAL
DI PASAR TODDOPULI KOTA MAKASSAR
DITAELLYANA ARTHA
ABSTRACT
Fungi are unicellular or multicellular organisms, which do not have chlorophyll so heterotrophic. Mushrooms can be easily grown in a moist, mold will grow more fertile again if cleanliness less intact. This situation often occurs in a collection of clothes used clothing imports are sold in the market. Wear old clothes or clothes that had been used by others, is very vulnerable to contracting skin diseases, particularly skin diseases caused by fungi. This study aims to identify the type of fungus anything contained in used clothing sold in markets Toddopuli Makassar, this kind of research is observational laboratory that is descriptive with a sample size of 10 (ten), a sampling technique that accidental sampling, the study was conducted in GG clinical laboratories. The results showed that of the 10 swab (swab) of used clothing sold in the market Toddopuli Makassar, found mildew on all the used clothing 100% with Aspergillus niger as much as 7 samples (70%) and Aspergillus fumigatus as much as 3 samples (30%). The conclusion of this study is all samples are found fungi. To consumers to be cautious in buying and wearing second-hand clothes are bought and sold everywhere.
Keywords: Identification, Mushroom Wear Used

PENDAHULUAN
Sejak masa reformasi atau sekitar tahun 1997 yaitu saat krisis moneter,  pakaian-pakaian bekas masuk ke Indonesia, dan saat itulah masyarakat Indonesia lebih memilih membeli pakaian bekas yang banyak dijual bebas dimana-mana. Kemunculan pasar baju bekas ini tidak berjalan merata, pasar baju bekas di Sumatera, Batam, Kalimantan dan Sulawesi misalnya, lebih dulu muncul daripada di Jakarta, Bandung, Yogya, Surabaya dan sekitarnya (Hermawan, 2014).
Pakaian bekas saat ini menjadi barang andalan diberbagai kalangan masyarakat. Mereka memilih barang-barang ini dengan berbagai alasan, misalnya mereka menganggap barang impor tersebut memiliki kualitas yang lebih bagus, atau mereka menganggap harga barang-barang tersebut lebih terjangkau.
Barang-barang yang berkualitas yang didatangkan langsung dari luar negeri ini membuat seluruh lapisan masyarakat lebih memilih untuk menggunakannya. Apalagi barang tersebut ditawarkan dengan harga yang murah (Hermawan, 2014).
Namun yang namanya pakaian bekas tetap pakaian bekas. Pakaian yang telah dipakai oleh orang-orang sebelumnya yang tidak jelas bagaimana kondisinya, apakah bersih atau terbebas dari segala macam penyakit. Apalagi barang-barang tersebut didatangkan dari luar negeri dimana yang kita ketahui bahwa pergaulan disana sangat bebas. Pada pakaian bekas tersebut bisa saja terdapat berbagai bakteri maupun jamur yang berbahaya, dan jika tidak hati-hati bisa saja pengguna pakaian bekas akan terkena berbagai macam penyakit kulit.
Memakai pakaian bekas atau pakaian yang pernah dipakai oleh orang lain, sangat rentan tertular berbagai jenis penyakit kulit, khususnya penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur. Karena jamur yang menempel pada kulit seseorang bisa menempel pada pakaian yang dipakainya, sehingga bila pakaian itu digunakan orang lain, tidak menutup kemungkinan jamur tersebut akan menempel pada kulit orang lain yang mengenakan pakaian tersebut (Hermawan, 2014).
Jamur merupakan organisme uniseluler maupun multiseluler, umumnya berbentuk benang disebut hifa, hifa bercabang-cabang membentuk bangunan seperti anyaman disebut miselium, dinding sel mengandung kitin, eukariotik dan tidak berklorofil. Hidup secara heterotrof dengan jalan saprofit (menguraikan sampah organik), parasit (merugikan organisme lain), dan simbiosis. Habitat jamur secara umum terdapat di darat dan tempat yang lembab.
Dialam terdapat sekitar 200.000 spesies jamur tetapi hanya sekitar 100 spesies yang bersifat patogen pada manusia. Jamur bersifat aportinistik artinya dimana seseorang mudah terkena penyakit tertentu, maka jamur yang memasuki tubuh dan mampu menimbulkan kelainan-kelainan.
Untuk pertumbuhan jamur memerlukan kondisi habitat yang mempunyai kelembaban tinggi, tersedianya bahan organik dan tersedianya oksigen yang cukup untuk kelangsungan hidupnya. Negara Indonesia sebagai negara tropis dan menjadi tempat yang subur untuk pertumbuhan jamur, sehingga jamur banyak menjadi infeksi pada kulit dan kuku manusia sehingga menyebabkan suatu penyakit (Widarti, 2010).
Pencemaran mikroba pada pakaian bekas tersebut dapat menimbulkan penyakit yang berawal dari kontak langsung dengan kulit atau lewat tangan manusia dari kontak awal ini kemudian membawa infeksi yang masuk ke mulut, hidung dan mata.
ALAT DAN BAHAN
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan observasi laboratorik yang bersifat deskriptif yaitu dengan melakukan uji laboratorium pada 10 sampel yang diambil dengan menggunakan metode Accidental Sampling. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Klinik GG Kota Makassar pada tanggal 2 – 9 Mei 2016.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah objek glass, cover glass, mikroskop, pipet tetes, swab steril, cawan petri, erlenmeyer, batang pengaduk dan ose dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lactophenol cotton blue, larutan KOH dan media sabaroud dekstrosa agar.
PROSEDUR PEMERIKSAAN
1.    Prosedur Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel pada pakaian bekas adalah dengan melakukan usapan (swab) pada bagian-bagian yang diduga terinfeksi jamur. Kapas lidi yang digunakan untuk melakukan swab harus steril dan terlebih dahulu kapas lidi dibasahi dengan larutan KOH, lalu mengusapkan kapas lidi tersebut memutar sehingga seluruh permukaan kapas kontak dengan permukaan sampel. Kemudian kapas lidi yang telah mengandung sampel dimasukkan ke dalam wadah/tabung reaksi yang steril.
2.    Prosedur Pemeriksaan Langsung (Mikroskopis)
Kapas lidi yang telah mengandung sampel pakaian bekas diambil dari wadah steril kemudian diusapkan pada objek glass yang bersih dan bebas lemak yang telah berisi 1 tetes larutan KOH lalu ditutup dengan cover glass kemudian diperiksa di mikroskop dengan lensa objektif 10x kemudian 40x.
3.    Prosedur Pembiakan
Kapas lidi yang telah mengandung sampel pakaian bekas, digoreskan pada media sabouraud dextrosa agar. Setelah itu, diinkubasi selama 5 hari dalam suhu kamar. Kemudian pertumbuhan jamur diamati morfologinya secara mikroskopik dengan menggunakan larutan lactophenol cotton blue di atas objek glass yang kering, bersih dan bebas lemak. Kemudian jamur yang telah tumbuh diambil dengan menggunakan ose lalu diletakkan di atas larutan lactophenol cotton blue dan ditutup dengan cover glass, kemudian dipanaskan di atas api kecil tanpa penguapan. Sediaan diperiksa di mikroskop dengan lensa objektif 10x kemudian 40x.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di laboratorium klinik GG pada tanggal 02 sampai 09 Mei 2016. Penelitian ini merupakan Identifikasi Jamur Pada Pakaian Bekas Yang Dijual Di Pasar Toddopuli Kota Makassar, dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 10. Hasil penelitian yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :


Tabel 1.1          Hasil Pemeriksaan Identifikasi Jamur Pada Pakaian Bekas Yang Dijual Di Pasar Toddopuli Kota Makassar
NO
Kode Sampel
Sediaan Langsung KOH
Koloni pada Media SDA
Kesimpulan
1
A
Hifa
Putih seperti kapas, bagian bawah kuning
Aspergillus niger
2
B
Hifa
Putih seperti kapas, bagian bawah kuning
Aspergillus niger
3
C
Hifa
Putih seperti kapas, bagian bawah kuning
Aspergillus niger
4
D
Hifa
Putih seperti kapas, bagian bawah kuning
Aspergillus niger
5
E
Hifa
Putih serabut kapas, bagian bawah kuning kecoklatan
Aspegillus fumigatus
6
F
Hifa
Putih serabut kapas, bagian bawah kuning kecoklatan
Aspergillus fumigatus
7
G
Hifa
Putih serabut kapas, bagian bawah kuning kecoklatan
Aspergillus fumigatus
8
H
Hifa
Putih seperti kapas, bagian bawah kuning
Aspergillus niger
9
I
Hifa
Putih seperti kapas, bagian bawah kuning
Aspergillus niger
10
J
Hifa
Putih seperti kapas, bagian bawah kuning
Aspergillus niger
Sumber : Data Primer, 2016

Tabel 1.2. Persentase Hasil Identifikasi Jamur Pada Pakaian Bekas Yang Dijual Di Pasar Toddopuli Kota Makassar
No
Pertumbuhan Jamur
Persentase
1
Aspergillus Niger
70%
2
Aspergillus Fumigatus
30%
Jumlah
100%
Sumber : Data Primer, 2016.
Penelitian ini dilakukan secara observasional laboratorik, dimana sampel yang digunakan adalah usapan (swab) pakaian bekas yang dijual di Pasar Toddopuli Kota Makassar. Sampel diambil secara acak di pasar Toddopuli Kota Makassar. Setiap sampel kemudian diletakkan pada kaca objek menggunakan ose dan ditetesi larutan KOH agar dapat melihat hifa dan spora dengan jelas sebanyak 1 – 2 tetes lalu ditutup dengan menggunakan deck glass , setelah itu diperiksa secara mikroskopik menggunakan perbesaran objektif 10X dan dilanjutkan pada perbesaran objektif 40X.
Selanjutnya sampel usapan (swab) pakaian bekas ditanam pada media Sabaround Dextrose Agar (SDA). Lalu media diinkubasi pada suhu 25oC. Dua hari kemudian, diamati adanya pertumbuhan jamur. Pada media Sabaround Dextrose Agar koloni yang tumbuh kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan menambahkan larutan Lactopenol Cotton Blue, pada pembesaran objektif 10X dan 40X.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dari 10 sampel semua terdapat pertumbuhan jamur, dimana 7 sampel terdapat pertumbuhan jamur Aspergillus niger yaitu pada sampel (A, B, C, D, H ,I , J) dan 3 sampel terdapat pertumbuhan jamur Aspergillus Fumigatus yaitu pada sampel (E, F dan G).
Pada pemeriksaan pendahuluan dari 10 sampel usapan (swab) pakaian bekas, pemeriksaan mikroskopik secara langsung  ditemukan hifa pada 10 sampel usapan (swab) pakaian bekas. Sampel usapan (swab) pakaian bekas yang ditanam pada media Sabaround Dextrose Agar dan diinkubasi pada suhu 25oC. Dua hari kemudian terjadi pertumbuhan jamur pada media.
Koloni jamur yang tumbuh pada media sampel A koloni terlihat bulat kecil cembung, berwarna putih seperti kapas dan bagian bawahnya berwarna kuning. Pada sampel B juga koloni terlihat bulat kecil cembung, permukaan koloni berwarna putih seperti kapas dan bagian bawahnya berwarna kuning. Begitu juga pada sampel C dan D,  koloni juga sama terlihat bulat kecil seperti kapas dan bagian bawahnya berwarna kuning. Sedangkan sampel E , F, dan G koloni terlihat berbentuk bulat kecil dan cembung, berwarna putih, serabut kapas, dan bagian bawah berwarna kuning kecoklatan. Sampel H, I, dan J memiliki pertumbuhan koloni yang sama berbentuk bulat kecil, cembung, dan putih seperti kapas, bagian bawah koloni berwarna kuning.
Dari hasil pemeriksaan mikroskopis, koloni yang tumbuh pada 10 media Sabaround Dextrose Agar. Media sampel A, B, C, D, H, I, J, terdapat jamur Aspergillus niger, sedangkan pada media sampel E, F, dan G terdapat jamur Aspergillus fumigatus. Sehingga pada pakaian bekas adalah 100% hasil positif terdapat jamur.
Pada Aspergillus fumigatus, hifanya bersepta, hyalin, bercabang seperti pohon atau kipas. Kepala konidia uniseriate, kolumner, konidia seperti rantai, terlepas atau menyebar. Konidia tunggal atau berpasangan dapat menyerupai sel khamir.
Sedangkan pada Aspergillus niger, gambaran hifa seperti Aspergillus fumigatus. Kepala konidia berserieta, tersusun radier, seperti rantai, terlepas atau menyebar. Konidia tunggal atau berpasangan dapat menyerupai sel khamir.
Jamur Aspergillus sp hidup berkoloni pada bahan makanan, pakaian maupun alat rumah tangga lain yang lembab dan kurang sinar matahari. Koloni jamur ini berwarna hijau, abu-abu, hitam, dan kuning kecoklatan. Beberapa spesies Aspergillus merupakan jamur yang patogen. Lebih dari 200 spesies Aspergillus telah diidentifikasi dan sebagian besar menyebabkan penyakit pada manusia, jamur Aspergillus sp menginfeksi manusia melalui inhalasi sehingga dapat menyebabkan Aspergillosis dan Aspergilloma (Chiu A, 2010).
Aspergillus sp termasuk spesies saprofitik yang cenderung sering ditemukan di alam bebas dan dapat tumbuh pada suhu 22 – 30 oC dan genus Aspergillus sp termasuk jamur yang mampu tumbuh dalam 3 hari dalam masa pertumbuhan optimal.
Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) adalah media sintetik yang diciptakan oleh Raymond Sabouraud yang digunakan untuk mengisolasi semua jenis jamur. Media ini mengandung dekstrosa, pepton dan bahan agar (dengan kadar gula relatif tinggi dan pH rendah).
Jamur dapat ditemukan pada pakaian bekas, hal ini dapat disebabkan karena jamur yang menempel pada kulit seseorang bisa menempel pada pakaian yang dipakainya, sehingga bila pakaian itu digunakan orang lain, tidak menutup kemungkinan jamur tersebut akan menempel pada kulit orang lain yang mengenakan pakaian tersebut. Selain itu, faktor suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi tumbuhnya jamur, sebab pada umumnya jamur mudah tumbuh pada tempat yang memiliki tingkat kelembaban yang tinggi.
Begitu pula pada penempatan pakaian bekas yang biasanya disimpan di dalam karung-karung. Tak jarang pula pakaian bekas juga dijual dengan ditumpuk di lantai yang hanya beralaskan karung, dengan tempat yang kurang bersih atau tidak terjaga sanitasinya, maka hal ini merupakan peluang yang sangat besar untuk jamur dan bakteri untuk hidup dan berkembang biak.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa dari 10 sampel usapan (swab) pakaian bekas yang dijual di pasar Toddopuli Kota Makassar dinyatakan positif (100%) terkontaminasi jamur dalam hal ini 7 sampel positif (70%) Aspergillus niger dan 3 positif (30%) Aspergillus fumigatus.
sehingga disarankan kepada masyarakat agar setelah membeli pakaian bekas sebaiknya dicuci terlebih dahulu untuk mengurangi kontaminan jamur dan lebih teliti dalam membeli pakaian bekas yang dijual di pasar-pasar tradisional, untuk mengurangi resiko tertularnya penyakit kulit akibat jamur.
DAFTAR RUJUKAN
Alwi, H. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Anonim. 2012. Available From:  artikelteknikkimia.blogspot.com/jamur.html. (Di akses pada tanggal 11 Maret 2016)
Chiu, Annie. 2010. “Aspergillosis”. Available From : http://emedicine.medscape.com. (Di akses tanggal 18 Maret 2016)
Dismukes W.E., Pappas P.G., Sobel J.D. 2013. Clinical Mycology. Oxford University Press. New York.
Fast News. 2015. Awas! Banyak bakteri Berbahaya dalam Pakaian Bekas Impor. http://m.fastnewsindonesia.com (diakses 26 Maret 2016)
Harti, A.S. 2012. Dasar-Dasar Mikrobiologi Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta.
Hasyimi. 2010. Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Trans Info Media. Jakarta.
Hermawan, H. 2014. Baju Bekas Negara Lain di Pakai Bangsa Indonesia. http://herryhermawanmetlogic.blogspot.com/ (diakses 10 Maret 2015)
Humahatul, L.B. 11 Februari 2013. Analisa Mikrobiologi PT. Tirta Investama, Wonosobo. http://luluk-humahatul-baroroh.blogspot.com/2013_02_01_archive.html (diakses 26 Maret 2015)
Irianto, K. 2014. Bakteriologi Medis, Mikologi Medis, dan Virologi Medis. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Mulyana, N. 2012. Cakar Gaya Modern. http://nurmulyana02.blogspot.com/ (diakses 10 Maret 2015)
Perpustakaan Cyber. Cara Hidup dan Habitat Fungi. perpustakaancyber.blogspot.ca/2012/12/cara-hidup-dan-habitat-fungi.html?m=1 (diakses 25 Maret 2016)
Rahayu, D.F. 13 Oktober 2011. Mikroorganisme (Jasad Renik). http://dyahflames.blogdetik.com/2011/10/13/dasar-bioproses-2/ (diakses 26 Maret 2016)
Sudjana, D. 2001. Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif. Falah Production. Bandung.
Sutanto, I., Ismid, I.S., Sjarifuddin P.K., Sungkar, S. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.  Jakarta.
Wahyuningrum, E.20 Mei 2014.Epidermophyton Floccosum. https://ermaagenvenus.wordpress.com/2014/05/20/epidermophyton-floocosum/ (diakses 26 Maret 2015)
Waluyo, L.  2012. Mikrobiologi Umum. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Widarti. 2010. Penuntun Praktikum Laboratorium Mikologi Medik. Program D III Analis Kesehatan. Universitas Indonesia Timur. Makassar
Wikipedia. 24 Juni 2014.Microsporum. http://en.m.wikipedia.org/wiki/Microsporum (diakses 26 Maret 2016)
Wikipedia. 7 April 2013.Trichophyton. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Trichophyton (diakses 26 Maret 2016).



IDENTIFIKASI BAKTERI KOLOREKTAL SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KANKER KOLOREKTAL
HIJRAL ASWAD
ABSTRACT
This study aims to determine the type of bacteria isolated in colorectal tissues and to investigate the KRAS gene mutation in patients with colorectal cancer. The study design was analytical Cross Sectional. The number of samples used 20 stool, 34 tissues in addition to CRC, 42 CRC tissues, 16 normal tissues other than CRC rinsing, rinsing 17 CRC tissues. The method used is cultur, Rapid TMSTR Test  Panel and PCR. Based on the results of research that has been done can be concluded that the highest prevalence of the bacteria present in the colon tumor tissues than normal colon tissues, there are E. coli, K. pneumonia, K. aerogenes, P. vulgaris, E. aglumerans, Prov. Stuarti, A. faecalis, P. aerogenes, S. epidermidis, S. intermedius, E. faecalis, Staph. Aureus, Staph. Epidermidis dan S. tiphy. Although statistically the influence of bacteria are not significant to the development of colorectal cancer that showed the value of chi square is p = 0,217.    
Key Words: Colorectal, Colorectal cancer

PENDAHULUAN
Kanker Kolorektal (CRC) merupakan penyakit kanker yang menempati urutan ke empat di seluruh dunia. Jumlah kasus CRC semakin meningkat sejak tahun 1975 (Abdul Amir, 2009). Penelitian terdahulu melaporkan keterkaitan infeksi dengan karsinogenesis (Burnett-Hartman, 2008). Infeksi tersebut meliputi Helicobacter pylori, Streptococcus bovis, Human Papilloma virus dan JC virus. Insiden CRC berkorelasi 18-62% dengan kejadian infeksi Streptococcus bovis yang sekarang disebut sebagai Streptococcus gallolyticus (Leport, 2007, Zarkin 1990). Biotipe I dari Streptococcus bovis diidentifikasi sebagai penyebab infeksi endocarditis maupun lesi prakeganasan (Ellmerich, 2000, Ruoff, 1989). Streptococcus bovis pernah dilaporkan diisolasi dari spesimen feses atau darah (Schlegel, 2003).
Kanker kolorektal adalah salah satu penyakit ganas yang paling umum dengan angka kejadian tahunan sebanyak 945 000 kasus di seluruh dunia dan kematian setiap tahunnya sekitar 500 000 kasus (Weitz J, Koch M, et al. 2005). Kanker kolorektal adalah kanker epitel yang berkembang sebagai akibat dari proliferasi sel yang tidak terkontrol dan disregulasi mekanisme apoptosis sel (Labianca R, Beretta GD, Kildani B, et al, 2010), dan patogenesis yang tidak diragukan lagi terkait dengan interaksi yang kompleks terhadap imunologi mukosa dengan ekologi mikrobiologi (Salzman NH, Hung K, et al. 2010). Pasien dengan penyakit inflamasi kronis seperti colitis ulseratif dan penyakit Crohn memiliki risiko mengalami kanker kolon, hal ini menunjukkan bahwa peradangan kronis dan kanker berhubungan erat pada saluran pencernaan (Balkwill F, Coussens LM. 2004; Clevers H. 2004; Hahm KB, Im YH, et al. 2001).
Perhatian terhadap angka kejadian kanker kolorektal semakin meningkat, dimana data statistik menunjukkan bahwa angka kejadian kanker kolorektal di dunia meningkat tajam sejak tahun 1975 (Boyle P, Langman JS. 2000). Sedangkan Indonesian Cancer mencatat, bahwa pada tahun 2002 ditemukan sebanyak 3.572 kasus baru kanker kolorektal di Indonesia (Abdullah M, 2004). Di Indonesia, kanker kolorektal merupakan jenis keganasan saluran cerna kedua terbanyak setelah keganasan hepatoseluler (Pusponegoro AD, 2004).
ALAT DAN BAHAN
Penelitian ini merupakan suatu penelitian cross sectional untuk menilai karakterisasi jaringan dengan atau tanpa CRC dan mengetahui bakteri-bakteri yang berkolerasi pada penderita CRC. Penelitian ini dilakukan pada bulan September  2015 sampai Juli 2016. Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS Lt.6.
Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah: pisau scapel, penjepit, botol sampel, pinset, swab dan  Ice Box.  Alat yang digunakan dalam perlakuan spesimen adalah cawan perti, freezer 40 C, rak tabung reaksi, vortex shaker, whater bath, sentrigufe, inkubator, laminary air flow, rotary shaker, sarung tangan, bunsen, botol plastik ukuran 100 mL, botol plastik ukuran 10 mL, tabung eppendorf, pompa vacum, rak tabung eppendorf, stopwatch, mikropipet + tip filter, mesin PCR, botol reagen, perangkat UV light+ kamera polaroid, elektroforesis + tip supply, sendok tanduk, kaca mata anti UV, freezer 40C, neraca analitik, mikrotube, rak tabung reaksi kecil, sarung tangan dan masker.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Nutrien Agar Mc conkey, Medium MSA, Medium tes biokimia (TSIA, SIM (sulfur indol multiliti), MRVP, Sitrat Urea, Peragian Karbohidrat (Glukosa, Laktosa, Sukrosa, Manitol)  untuk bakteri basil Gram negatif    (enterobacteriaceae),  BHIB agar, Blood Agar, Colombia Agar, dan RapiDTMSTR Panel untuk Streptococcus spp.,
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.    Identifikasi Bakteri Kolorektal
Adapun pengelompokan kategori sampel yang dikerjakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Sampel Kultur Dari Spesimen Jaringan Berdasarkan Pemeriksaan Kultur Yang Dilakukan
No.
Kriteria sampel
Posisi
Cairan Bilasan Jaringan
Jaringan Setelah Pembilasan
Jumlah Pemeriksaan kultur bakteri
A
M.A
A
M.A
1

Sampel jaringan reseksi
Jaringan Kolon tumor
16
9
27
21
73
Jaringan kolon normal
9
13
17
17
56
2

Sampel endoskopi
Jaringan kolon tumor
2
3
14
15
34
Jaringan kolon normal
4
2
11
6
23
3
Feses

18
18

36
Total
222
Sumber : Data Primer, 2016
Ket :    A      = Aerob
M.A  = Mikroaerofilik
Setelah dilakukan pengelompokan sampel, selanjutnya sampel pasien dikultur dalam media BHIB untuk semua kategori sampel. Kemudian sampel diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah ada pertumbuhan bakteri, dilanjutkan dengan penanaman pada media Nutrien Agar, Mac Conkey agar, Blood Agar, Columbia Agar, dan MSA. Bakteri yang ditemukan di identifikasi hingga tingkat spesies dengan menggunakan uji biokimia dengan media TSIA, Urea, Citrat, SIM, MRPV dan test RapiDTMSTR Panel. Perlakukan terhadap kultur di berikan dua kondisi yang berbeda yaitu aerob dan kondisi mikroaerofilik sehingga pemeriksaan kultur bakteri yang dilakukan sejumlah 222 pemeriksaan meliputi semua kategori sampel.
Tabel 2. Pertumbuhan Bakteri Yang Telah Dikultur
a)    Kultur Bakteri Dari Cairan Bilasan Jaringan
No.
Spesies Bakteri yang ditemukan
Jumlah
Cairan bilasan Jaringan Kolon tumor
(CTBil, n=16 )
Cairan Bilasan Jaringan Kolon Normal dekat tumor (CNBil, n=17)
1.
Escherichia coli
9                       
12
2.
Klebsiella pneumonia
-
-
3.
Klebsiella aerogenes
1
1
4.
Proteus vulgaris
4
6
6.
Enterobacter aglumerans
6
3
7.
Providencia stuarti
1
-
8.
Alkaligenes faecalia
-
1
9.
Streptococcus anginosus
1
-
10.
Streptococcus intermedius
3
1
11.
Enterococcus faecalis
1
1
12.
Staphylococcus aureus
2
2
13.
Staphylococcus epidermidis
1
-
Sumber : Data Primer 2016
b)    Kultur Bakteri Pada Jaringan Setelah
pembilasan
No.
Spesies Bakteri yang ditemukan
Jumlah
Jaringan Kolon tumor
(CTj, n=42)

Jaringan Kolon Normal dekat tumor (CNj, n=32)

1.
Escherichia coli
18       (42,8%)
12         (37,5%)
2.
Klebsiella pneumonia
4        (9,5%)
-
3.
Klebsiella aerogenes
1        (2,4%)
-
4.
Proteus vulgaris
11        (26,2%)
11        (34,4%)
5.
Enterobacter aglumerans
15        (35,7%)
10        (31,1%)
6.
Providencia stuarti
1        (2,4%)
-
7.
Alkaligenes faecalia
1        (2,4%)
1         (3,1%)
8.
Pseudomonas aerogenes
1        (2,4%)
-
9.
Streptococcus epidermidis
1        (2,4%)
-
10.
Streptococcus anginosus
-
1         (3,1%)
11.
Streptococcus intermedius
1       (2,4%)
2         (6,2%)
12.
Enterococcus faecalis
1       (2,4%)
-
13.
Staphylococcus aureus
7      (16,7%)
 3         (9,4%)
14.
Staphylococcus epidermidis
-
  1         (3,1%)
15.
Salmonella typhi
1      (2,4%)
-
Sumber : Data Primer 2016
a)    Kultur Bakteri Pada Sampel Feses
No.
Jenis Bakteri
Feses (n=20)
1.
Proteus vulgaris
10    
2.
Proteus mirabilis
2     
3.
Enterobacter aglumerans
7     
4.
K. pneumonia
1
Sumber : Data Primer 2016

PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui berbagai jenis bakteri yang  berkolonisasi pada jaringan kolorektal. Dalam penelitian ini ditemukan 15 spesies bakteri yang tergolong dalam golongan Enterobacteriaceae, Streptococcus sp., dan Staphylococcus sp.
Bakteri E. coli, Enterobacter aglumerans, Klebsiella dan Proteus merupakan bakteri golongan enterobacter. Bakteri ini kebanyakan menjadi flora normal pada saluran pencernaan manusia. Golongan enterobacter secara spesifik bersifat patogen dan menyebabkan infeksi oportunistik nosokomial yang menjadi salah satu penyebab utama infeksi ekstraintestinal. seperti E.coli, dimana strain ini dapat menghasilkan haemolysin menyerupai α-haemolisin. Klebsiella memiliki sifat patogen karena memiliki fimbiriae tipe 1 dan 3. Beberapa strain enterobacter juga mampu mengekspresikan aerobactin-dimediasi penyerapan zat besi, yang umumnya terkait patogenesis bakteri ekstraintestinal pada manusia (Greenwood, David; Richard C.B. Slack; John F. Peuthere, 2002).
Bakteri Klebsiella pneumonia berada dalam tinja kurang lebih 5% pada individu normal (Nuryasni, 2009).  Sedangkan Pseudomonas aeroginenes bersifat saprofit pada orang sehat tetapi dapat menimbulkan penyakit apabila ketahanan tidak normal seperti akibat kerusakan jaringan. Selanjutnya, Melalui penambahan CO2 5 % dalam penelitian ini telah membuktikan peningkatan pertumbuhan bakteri streptococcus khususnya streptococcus anginosus. Streptococcus anginosus merupakan flora normal pada saluran pencernaan manusia akan tetapi bakteri ini dapat memiliki kecenderungan menyebabkan abses, infeksi piogenik invasif, termasuk abses otak, intra-toraks dan infeksi intra-abdomen.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa prevalensi bakteri tertinggi terdapat pada jaringan kolon tumor daripada jaringan kolon normal yaitu E. coli, K. pneumonia, K. aerogenes, P. vulgaris, E. aglumerans, Prov. stuarti, A. faecalis, P. aerogenes, S. epidermidis, S. intermedius, E. faecalis, Staph. aureus, Staph. epidermidis dan S. tiphy.
Sebaiknya penelitian ini dilanjutkan hingga sampel yang terkumpul semakin banyak sehingga dapat diperoleh data yang lebih signifikan.
DAFTAR RUJUKAN
Abdul Amir, Hafidh RR., Mahdi LK, et al, 2009. Investigation into the controversial association of Streptococcus gallolyticus with colorectal cancer and adenoma, BMC, 9:403.
Anonim, 2012. Anatomi dan fisiologi usus besar. http://id.shvoong.com/ medicine-and-health/2125659-anatomi-dan-fisiologi-usus-besar/#ixzz1pO8VTeh7.(diakses pada tanggal 18 Maret 2012).
Anonim, 2012. Konstipasi. http://nursingbegin.com/konstipasi-dan patofisiologinya). (diakses pada tanggal 18 maret 2012).
Anonim, 2011. Anatomi dan Fisiologi Usus Besar. http://www.utakatik.info /406/anatomi-dan-fisiologi-usus-besar.html. (diakses pada tanggal 18 maret 2012).
Balkwill F, Coussens LM., 2004.  Cancer: an inflammatory link. Nature. 2004;431:405–406.
Becker WM, Kleinsmith LJ, Hardin J. 2000. The World of The Cell. Edisi keempat. The Benjamin Publishing Company.
Brink M., Anton F.P.M.de G., Matty p.W.,Guido M.J.M.R., et al., 2003. K-ras Onkogen Mutations in Sporadic Colorectal Cancer in The Netherlands Cohort Study. Carcinogenesis vol.24 no.4 pp.703-710.
Bunett-Hartman A., N., Polly A. N., and John D. P., 2008. Infectious Agen and Colorectal Cancer: A Review of Helicobacter pylori, Streptococcus bovis, JC Virus and Human papilomavirus. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev.2008 Nov.; 17 (11):2970-2979.
Camp JG, Kanther M, Semova I, Rawls JF. 2009.  Patterns and scales in gastrointestinal microbial ecology. Gastroenterology. 136:1989–2002
Campieri M, Gionchetti P., 2001. Bacteria as the cause of ulcerative colitis. Gut. 48:132–135
Clevers H., 2004. At the crossroads of inflammation and cancer. Cell. 118:671–674.
Edmiston CE, Jr, Avant GR, Wilson FA.1982. Anaerobic bacterial populations on normal and diseased human biopsy tissue obtained at colonoscopy. Appl Environ Microbiol. 43:1173–1181
Ellmerich S, Scholler M, Duranton B, 2000, Promotion of Intestinal Carcinogenesis by Streptococcus bovis Carcinogenesis, vol 21 no4, 753-756.
Ellmerich S, Djouder N, Scholler M, 2000., Production of cytokines by monocytes, epithelial and endothelial cells activated by Streptococcus bovis, Cytokine 12, 26-31.
Greenwood, David; Richard C.B. Slack; John F. Peuthere. Medical Microbiology, a Guide to Microbial Infections: Pathogens, Immunity, Laboratory Diagnosis and Control. Edinburgh: Churchill Livingstone, 2002 .
Guarner F, Malagelada JR. 2003. Role of bacteria in experimental colitis. Best Pract Res Clin Gastroenterol. 17:793–804
Hahm KB, Im YH, Parks TW, Park SH, Markowitz S, Jung HY, Green J, Kim SJ. 2001. Loss of transforming growth factor beta signalling in the intestine contributes to tissue injury in inflammatory bowel disease. Gut. 49:190–198.
Hal Nash R. 1999. Chronic Diseases With Possible Infectious Etiologies. 1999 [http://www.cdcgov/ncidod/EID/vol4no3/relman.htm].
Killeen SD, Wang JH, Andrews EJ, 2009. Redmond HP: Bacterial endotoxin enhances colorectal cancer cell adhesion and invasion through TLR-4 and NF-kappaB-dependent activation of the urokinase plasminogen activator system. Br J Cancer .100:1589-1602.
Kuper H, Adami HO, Trichopoulos D. 2002. Infections as a major preventable cause of human cancer. J Intern Med. 248:171–183.
Labianca R, Beretta GD, Kildani B, et al. 2010. Colon cancer. Critical Reviews in Oncology/Hematology. 74:106–133
Lancaster LE, Wintermeyer W, Rodnina MV. 2007. Colicins and their potential in cancer treatment. Blood Cells Mol Dis. 38:15-18

Lax AJ, Thomas W. 2002. How bacteria could cause cancer: one step at a time. Trends Microbiol. 10:293–299.

Ley RE, Turnbaugh PJ, Klein S, Gordon JI. 2006. Microbial ecology: human gut microbes associated with obesity. Nature. 444:1022–1023.

Lewin B.1983. Genes. Canada : John Wiley and Sons, Inc.

Mager DL.2006. Bacteria and cancer: cause, coincidence or cure? A review. J Transl Med. 4:14.
Murinello, Mendonca P., Ho, 2006. Streptococcus gallolyticus bacteremia associated with colonic adenomatous polyps, GE - J Port Gastrenterol 2006, 13: 152-156.
Mutch DM, Simmering R, Donnicola D, Fotopoulos G, Holzwarth JA, Williamson G, et al. 2004. Impact of commensal microbiota on murine gastrointestinal tract gene ontologies. Physiol Genomics. 19:22–31.
Nagasaka T., Hiromi S.,Kenji N., harry M.C., et al. 2004. Colorectal Cancer With Mutation in BRAF, KRAS and Wild-Type With Respect to Both Oncogenes Showing Different Patterns of DNA Methylation. Journal of Clinical Oncology. Volume 22 No.22- November 15 2004.
 Parsonnet J. 1995.  Bacterial infection as a cause of cancer. Environ Health Perspect 103(Suppl 8):263-268.
Saiki, RK; Scharf S, Faloona F, Mullis KB, Erlich HA, Arnheim. 1985. Enzymatic amplification of beta-globin genomic sequences and restriction site analysis for diagnosis of sickle cell anemia. Science 230 (4732): 1350–1354.

Salzman NH, Hung K, Haribhai D, et al. 2010.  Enteric defensins are essential regulators of intestinal microbial ecology. Nature Immunology. 11(1):76–83

Sandek A, Bauditz J, Swidsinski A, Buhner S, Weber-Eibel J, von Haehling S, et al. 2007. Altered intestinal function in patients with chronic heart failure. J Am College Cardiol. 50:1561–1569.
Savage DC.1977 Microbial ecology of the gastrointestinal tract. Ann Rev Microbiol. 31:107–133.
Scanlan PD, Shanahan F, Clune Y, Collins JK, O'Sullivan GC, O'Riordan M, et al. 2008. Culture-independent analysis of the gut microbiota in colorectal cancer and polyposis. Environmental microbiology. 2008;10:789–798.
Schlegel, Francine G, Elisabeth A, Patrick AD 2003.  Reappraisal of the taxonomy of the Streptococcusbovis/Streptococcus equinus complex and related species: description of Streptococcus gallolyticus subsp. gallolyticus subsp. nov., S. gallolyticus subsp. macedonicus subsp. nov. and S. gallolyticus subsp. Pasteurianus subsp. nov. Int J Syst Evol Microbiol 2003, 53:631-645.
Shanahan F. 2002. Gut flora in gastrointestinal disease. Eur J Surg.47–52.
Van Citters GW, Lin HC.2005.  Management of small intestinal bacterial overgrowth Curr Gastroenterol Rep. 7:317–320.
Weitz J, Koch M, Debus J, Hohler T, Galle PR, et al. 2005. Colorectal cancer. Lancet. 365:153–165.







UJI SENSIVITAS PERASAAN DAUN CEREMAI (Phyllanthus acidus (L)TERHADAP PERTUMBUHAN Escherichia coli  DAN Staphylococcus aureus
NURUL UTAMI  HALIMSYAH
ABSTRACT
Bacteria are single-celled microorganisms, have strong walls and a fixed shape. The bacteria Escherichia coli is a bacteria commonly found in the opportunistic human colon as normal flora that can menyebapkan infection in the gut eg diarrhea and also its ability to cause infection in the tissue. Staphylococcus aureus can be found on the surface of the skin as normal flora, especially around the nose, mouth, genitals and around the anus and can cause wound infections usually abscess is a collection of pus or fluid in the tissue due to infection.
The purpose of this study is to determine whether there is influence the growth of bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus in the juice of the leaves ceremai (Phyllanthus acidus L) at a concentration of 100%, 80%, 60%, 40% and 20%.
The method used in this study are Merode experiments conducted experiments on concentration in the water feeling ceremai leaf (Phyllanthus acidus (L) on the growth Eschrichia coli and Staphylococcus aureus in vitro.
The results showed that the leaf juice ceremai not inhibit the growth of bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus in the juice of the leaves ceremai (Phyllanthus acidus L) at a concentration of 100%, 80%, 60%, 40% and 20%.
Based on these studies are expected to communities that no longer consume freshly ceremai leaves, because water leaves feeling ceremai not to inhibit the growth of bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus.
Keywords: leaf juice ceremai, Escherichia coli and Staphylococcus aureus.

PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus bertambah. Infeksi merupakan penyakit yang dapat di tularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia. Infeksi disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, riketsia, jamur dan protozoa.
Penyakit infeksi masih merupakan jenis penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk di dunia. baik pada negara-negara sudah maju (berkembang) maupun negara-negara yang belum berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah bakteri. Bakteri merupakan mikroorganisme yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang,  tetapi hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop.
Pada umumnya jika kita mendengar kata bakteri, yang langsung terbayang adalah mahluk amat kecil yang berbahaya karena menyebapkan berbagai penyakit. Bakteri Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang sering di bicarakan. Cukup banyak masyarakat yang tahu Escehrechia coli namun hanya sebatas bakteri ini adalah penyebap infeksi saluran pencernaan, maka dari itu kita harus memperhatikan kebersihan lingkungan maupun kebersihan fisik kita agar kita terhindar dari berbagai penyakit termasuk penyakit diare, seperti yang kita ketahui bahwa bakteri eschrechia coli ini biasanya banyak terdapat di air jadi kebersihan lingkungan dan air harus di perhatikan agar terhindar dari bakteri eschrichia coli atau penyebap penyakit diare.
Escherichia coli merupakan flora normal di dalam intestin.bakteri ini dapat menyebapkan infeksi saluran kencing yang merupakan infeksi terbanyak (80%), gastroenteritis dan meningitis pada baiy, peritonitis, infeksi luka, kolesistis, syok bakterimia karena masuknya organisme ke dalam darah dari uretra, kateterisasi atau sitoskopi atau dari darah spesis pada abdomen atau pelvis.
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif  berbentuk batang batang pendek yang memiliki panajng sekitar 2 μm, diameter 0,7 μm, lebar 0,4-0,7 μm dan bersifat anairob fakultatifk Escherichia coli membentuk koloni yang bundar, cambung, dan halus dengan tepi yang nyata.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri coccus gram positif, susunannya bergerombol dan tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus aureus tumbuh pada media cair dan padat seperti NA (Nutrien Agar)  dan BAP (Blood Agar Plate) dan dengan aktif melakukan metabolisme, mampu fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari putih hingga kuning.
Staphylococcus aureus dapat ditemukan pada permukaan kulit sebagai flora normal, terutama disekitar hidung, mulut, alat kelamin, dan sekitar anus. Dapat menyebabkan infeksi pada luka biasanya berupa abses merupakan kumpulan nanah atau cairan dalam jaringan yang disebabkan oleh infeksi. Jenis-jenis abses yang spesifik diantaranya bengkak (boil), radang akar rambut (folliculitis). Infeksi oleh Staphylococcus aureus  bisa menyebabkan sindroma kulit. Infeksi Staphylococcus aureus  dapat menular selama ada nanah yang keluar dari lesi atau hidung. Selain itu jari jemari juga dapat membawa Infeksi Staphylococcus aureus  dari satu bagian tubuh yang luka atau robek.
Dewasa ini penggunaan antibiotik sangat banyak terutama dalam pengobatan yang berhubungan dengan infeksi. Walaupun telah banyak antibiotik ditemukan , kenyataan menunjukan bahwa masalah penyakit terus berkeelanjutan. Hal tersebut terjadi akibat pergeseran pada bakteri terhadap antibiotik. Karena berkembangnya populasi bakteri yang resisten , maka antibiotik yang pernah efektif untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu kehilangan nilai kemoterapieutknya.
Di dunia ini banyak terdapat tanaman yang berguna sebagai obat-obatan dan telah lama digunakan secara turun temurun berdasarkan pengalaman, potensi tanaman sebagai obat sebenarnya jauh lebih besar dari pada yang kita ketahui sekarang, pencarian senyawa bioaktif dalam tanaman perlu di galakkan. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanaman (Phyllanthus acidus L) lebih dikenal sebagai ceremai. Tumbuhan ini merupakan suku Euphoorbiaceae, di beberapa daerah di Indonesia namanya berbeda-beda, pohon ini berasal dari india, dapat tumbuh pada tanah kekurangan sampai kelebihan air, ceremai banyak di tanam orang di halaman rumah, daun ceremai yang masih mudah bias dimakan sebagaisayuran, buah mudah bias di masak bersama sayuran untuk menyedapkan masakan karna member rasa asam, buah yang sudah tua dapat dimakan setelah diramasdengan garam untuk mengurangi rasa asam, dan dapat juga dimakan setelah dibuat manisan atau salai. Tanaman ceremai di duga mempunyai kandungan kimia  yang aktivitasnya sebagai antibakteri. Kandungan-kandungan yang terdapat dalam tanaman ini adalah polifenol, saponin, flafonoid dan tannin  (Hutapea, 1991). Kelompok-kelompok utama bahan kimia yang dapat memberikan aktivitas antimikroba salah satunya adalah fenol dan turunan persenyawaan dari fenol.
Tumbuhan ceremai ini biasanya digunakan oleh masyarakat sebagai obat herbal untuk menyembuhkan penyakit diare, dimana daun ceremai ini di rebus dan diambil perasannya untuk diminum, ternyata dapat menyembuhkan penyakit diare jadi peneliti berinsiatif untuk meneliti tentang khasiat perasan daun ceremai apakah betul perasan daun ceremai dapat menghambat pertumbuhan bakteri Eschrichia coli (bakteri gram negatif) dan bakteri Staphylococcus aureus (bakteri gram positif) atau tidak.
ALAT DAN BAHAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu dengan melakukan percobaan terhadap kosentrasi air perasaan daun ceremai (Phyllanthus acidus (L)  terhadap pertumbuhan  Eschrichia coli dan staphilococcus aureus secara invitro (Pratiknya, 2015). Sampel penelitian ini adalah air perasan daun ceremaI (Phyllantus acidusL) yang masih muda lebih kurang 300 gram (dengan kosentrasi 100%, 80%, 60%, 40%, 20%, dan stamp Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 – 19 Juni 2016 dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesahatan Makassar. Dengan menggunakan alat oven, pencadang, Inkubator , Autoclave , Erlenmeyer, Corong gelas, Pipet ukur, Petridish, Tabung reaksi, Beaker glass, Kapas lidi steril,  Mortal, Lampu bunsen, Hole,  Masker, Hendskun,  Tissue,  Handuk,  Kapas dan kertas dan bahan pemeriksaan Mueller Hinton Agar (MHA), Mac Conkey Agar (MCA), Barium Sulfat Standar (BSS) 0,5 %, Mueller Hinton Broth (MHB), Aquadest dan NaCl 0,9 %.
Pengolahan data dilakukan dengan cara menghitung rata-rata zona hambatan daya aktif pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus terhadap air perasaan  daun ceremai dibandingkan dengan zona hambatan diameter standar zona sensitif (S) anti mikroba 18 mm yang berpengaruh terhadap daya aktif pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan yang diperoleh dari Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1. Rata-rata zona hambat pemberian konsentrasi perasan daun ceremai terhadap Eschrichia coli dan Staphilococcus aureus.
NO
Konsentrasi
P1
P2
Rata-Rata Zona Hambat (mm)
Ket.
1
100 %
0
0
0
R
2
80%
0
0
0
R
3
60%
0
0
0
R
4
40%
0
0
0
R
5
20%
0
0
0
R
6
Tetracycline HCL 30 bpj
13
12
13
S
7
Aquades
0
0
0
R
Sumber : Data Primer 2016.
Keterangan :
Tetra cyline 30 bpj : Kontrol positif     S : Sensitive
Aquades : Kontrol negatif       R  : Resisten
P1, P2 : Percobaan 1,2          I : Intermediate
Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa perasan daun ceremai tidak dapat menghambat pertumbuhan bakeri bakteri Escherichia coli  dan staphilococcus aureus secara invitro, karna tidak adanya daya hambat atau zona hambat yang terlihat.
Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu, mempunyai dinding yang kuat dan bentuk yang tetap. Bakteri escherichia coli merupakan kuman oportunis yang banyak ditemukan didalam usus besar manusia sebagai flora normal yang dapat menyebapkan infeksi pada usus misalnya diare dan juga kemampuanya menimbulkan infeksi pada jaringan. bakteri Staphylococcus aureus dapat ditemukan pada permukaan kulit sebagai flora normal, terutama disekitar hidung, mulut, alat kelamin, dan sekitar anus dan dapat menyebabkan infeksi pada luka biasanya berupa abses yaitu kumpulan nanah atau cairan dalam jaringan yang disebabkan oleh infeksi.
 Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologi di ketahui bahwa kandungan perasan daun ceremai (phylanthus acidus L) yang digunakan tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli  dan Staphilococcus aureus secara invitro, karna tidak adanya daya hambat atau zona hambat yang terlihat.
Dari hasil  pemeriksaan zona hambat yang terbentuk pada konsenterasi 100% (negatif) dinyatakan resisten, dimana diketahui bahwa resisten meripakan derajat perlawanan terhadap suatu aksi terhadap antibiotik perasan  daun ceremai, sedangkan konsenterasi 80% (negatif), 60% (negatif), 40% dan 20% (negatif) dinyatakan juga sebagai resisten terhadap pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Sensivitas test adalah suatu pemeriksaan yang biasa di lakukan di laboratorium  untuk mengetahui kemampuan suatu abot untuk menghambat pertumbuhan atau  suatu organisme ( bakteri), yang biasa di lihat pada perlakuan atau percobaan di laboratorium. Daya hambat suatu obat tersebut, dapat dilihat dari zona inhibisi yang terjadi. Semakin kuat obat tersebut, semakit besar zona hambatnya.
Perasan daun ceremai tidak mempunyai kemempuan untuk menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara invitro.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada perasan daun ceremai  (phyllanthus acidus L) terhadap pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus maka diperoleh kesimpulan bahwa :
1.    Perasan daun ceremai yang digunakan sebagai obat antibiotik secara invitro ternyata tidak dapat menghambat bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
2.    Tidak terdapat penghambatan bakteri pada pemeriksaan laboratorium karna kandungan perasan daun ceremai (phylanthus acidus L) yang digunakan tidak mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphilococcus aureus.
Oleh Karena Itu, diharapkan kepada masyarakat agar tidak lagi mengkomsumsi perasan daun ceremai, karena air perasan daun ceremai tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara invitro, dan bagi  peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitin yang serupa akan tetapi menggunakan daun perasan yang lain (daun jambu monyet).
DAFTAR RUJUKAN
Arif, et al. 2012. Kapita selekta kedokteran. edisi 3 cetakan 1. Media, Jakarta.
Aesculapiuss Dowshen, et al, 2013. Staphyilococcus aureus.
Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi Dan Patologi Modern Untuk Perawat. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Hutapea, 1991. Aneka Tanaman Obat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Irianto, Koes, 2013. Mikrobiologi Medis ‘Pencegahaan-Pangan-lingkungan. Penerbit Alfabet. Bandung.
Jawetz, Melnick, Adelberg`s, Geo.F.Brooks, Janet S.Butel, Stephen A.Morse. 2005. Mikrobiologi Kedokteran, Selemba Medika, Jakarta.
Jawetz, E., J.L. Melnick., E.A. Adelberg., G.F. Brooks., J.S. Butel., dan L.N. Ornston. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke- 20 (Alih bahasa : Nugroho&R.F.Maulany). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Karsinah, dkk., 1994. Buku Ajar Mikrobiologi kedokteran. PT Bina Rupa Aksara. Jakarta.
Pelczar, Michael J. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia, Jakarta.
Purnomo, Basuki, 2003. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Radji, M. 2011. Mikrobiologi. Buku Kedokteran ECG, Jakarta.
Sutio. 2009. Buku Penuntun Kuliah Mikrobiologi Dasar. Akademi Analis Kesehatan, Banda Aceh.
Sukamto, Supardi Imam, 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan Pangan. Penerbit Alumni, Bandung.
Supardi. 2001. Mikrobiologi Khusus. IKAPI, Bandung.


PENGARUH KONSENTRASI RENDAMAN AIR GARAM TERHADAP
KADAR FORMALIN PADA IKAN ASIN
SUHARSIH THAHIR
ABSTRACT
Formalin is a chemical additive that is efficient, but banned from use in food (foods). But in practice, many manufacturers are using formalin in food, one of which anchovies. Anchovies containing formalin aims to maintain the freshness of the product is preserved so that could last long and quickly decay. Formalin can cause cancer if consumed in high doses. Therefore, efforts to reduce the levels of formaldehyde from food such as salted fish so it is relatively safe umtuk consumed. The purpose of this study was to determine the effect of the concentration of salt water immersion on levels of formaldehyde in salted fish. This type of research is experimental. The samples used are anchovies marinated snapper formalin by means of the examination conducted by the 3 treatments. From the results of quantitative research conducted at the Center for Health Laboratory Makassar in 2015 found decreased levels of formaldehyde in salted fish snapper marinated with salt water for 60 minutes with a concentration of soaking 0% or a control that is, the concentration of 30% ie, and 50% are. It can be concluded that there are significant concentrations of salt water immersion on levels of formaldehyde in salted fish.
Keywords: Formalin, Salted, Salt Water

PENDAHULUAN
Ikan merupakan salah satu sumber asam lemak tak jenuh dan protein hewani terbaik. Asam lemak yang paling banyak pada ikan terutama di bagian perutnya adalah asam lemak omega 3. Protein pada ikan terdiri atas asam amino yang tidak rusak saat pemanasan. Kandungan protein pada ikan bervariasi , tergantung kandungan lemak dan airnya. Ikan dapat langsung dikonsumsi segar (ikan bakar, goreng, dan lain-lain) maupun tidak langsung. Ikan yang tidak langsung biasanya diolah menjadi produk fermentasi dan nonfermentasi. Produk fermentasi ikan antara lain kecap ikan dan terasi, sedangkan produk nonfermentasi antara lain dendeng ikan, ikan asap, dan ikan asin (Murdiati Agnes dan Amaliah. 2013).
Pada Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1996 juga membahas tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (Tejasari. 2005).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/ Menkes/ Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Cahyadi Wisnu. 2008).
Penggunaan bahan tambahan makanan pada industri pangan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan atau mengawetkan pangan, meningkatkan kualitas pangan baik dari segi nilai gizi, maupun sifat organoleptik, membantu pengolahan dan membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, dan lebih enak dimulut. Namun pada praktiknya dilapangan penggunaan bahan tambahan makanan disalah artikan guna menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Di faktor industri sebenarnya formalin sangat banyak manfaatnya, formaldehid mempunyai banyak manfaat untuk pembersih lantai, kapal, gudang-gudang, pakaian, pembasmi lalat dan berbagai serangga. Namun belakangan ini, kita dikagetkan dengan isu adanya tahu berformalin. Setelah ditelusuri oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan ternyata tidak hanya tahu dan tempe yang mengandung formalin, bakso pun demikian dan dari penelitian harian kompas dan sucofindo akhir tahun 2005 tentang ikan asin berformalin ditemukan kesimpulan sebagai berikut : sampel ikan asin dari Pasar Jati Negara Jakarta Timur memiliki kandungan formalin 2,36 mg/kg, sampel ikan asin dari Pasar Kebayoran Lama Jakarta Selatan di pastikan mengandung formalin 29,02 mg/kg, sampel ikan asin dari Pasar Keramat Jati mengandung formalin dengan kadar 48,47 mg/kg, bahkan sampel ikan asin yang diambil dari Pasar Palmerah Jakarta Barat ternyata memiliki kadar formalin tinggi 107,98 mg/kg, tidak ketinggalan ikan asin yang beredar di pasar modern termasuk hypermarket ternyata menunjukkan kandungan formalin 51 mg/kg. dari hasil penelusuran ditemukan bahwa alasan pengasin atau produsen ikan asin menggunakan formalin karena ikan asin akan lebih awet, terlebih jika musim hujan tiba, para pengasin biasanya bingung mengeringkan ikan asin. Dalam kondisi seperti itu formalin bisa diandalkan.
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKP2) Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) menjelaskan dugaan adanya ikan asin berformalin yang masuk ke daerahnya berdasarkan laporan bahwa ditemukan beberapa produk ikan asin dari Sulawesi Selatan dan Kalimantan yang beredar dipasaran terutama di Kupang mengandung formalin yang membahayakan manusia. Menurutnya temuan tersebut baru sebatas pengujian lapangan dengan test Kid yang memiliki BKP2 setempat dan masih membutuhkan penelitian intensif di lab. Tim terpadu pemerintah Kota Makassar menemukan beberapa jenis ikan mengandung bahan pengawet formalin di pusat perbelanjaan modern Makassar.
Formalin dapat menyerang protein. Penggunaan dalam dosis tinggi dapat pula menyebabkan kanker. Menurut International Proggrame on Chemical Safety (IPCS), batas toleransi yang dapat diterima oleh tubuh 0,1 mg perliter (minuman), dan 0,2 mg perliter (makanan). Lebih sedikit  dari batas tersebut maka akan menyebabkan kepala pusing.
Mengingat bahaya penggunaan formalin tersebut maka perlu dilakukan upaya untuk menghilangkan formalin. Upaya pengurangan atau penghilangan formalin disebut deformalinisasi ikan asin misalnya, dapat dilakukan dengan cara merendam ikan asin tersebut dalam tiga macam larutan, yakni air, air garam dan air leri. Perendaman dalam air selama 60 menit mampu menurunkan kadar formalin sampai 61,25 persen, dengan air leri mencapai 66,03 persen, sedang pada air garam hingga 89,53 persen. (Santoso Teguh. 2014).
ALAT DAN BAHAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen, yakni untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi air garam terhadap kadar formalin pada ikan asin, Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar pada tanggal 6 Mei 2016.
Teknik Pengambilan Sampel yang digunakan adalah Purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel tidak berdasarkan strata, kelompok, atau acak, tetapi berdasarkan kriteria/ pertimbangan tertantu  yang dibuat oleh peneliti (Saryono. 2008).
Kriteria sampelnya adalah :
1.    Jenis ikan yang digunakan yaitu Ikan Asin Kakap
2.    Ikan Asin Kakap yang mempunyai berat antara 7-10 ons
3.    Ikan Asin Kakap yang tidak rusak atau masih utuh.
Kemudian di potong menjadi 3 bagian dengan berat masing-masing 1 0ns atau 100 gram. Setelah itu masing-masing bagian sampel dilakukan perlakuan sebagai berikut :
a.    Air garam konsentrasi 0% (tanpa perlakuan perendaman)
b.    Air garam konsentrasi 30%, selama 60 menit
c.    Air garam konsentrasi 50%, selama 60 menit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh konsentrasi rendaman air garam terhadap kadar formalin pada ikan asin yang dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Makassar tahun 2016 dengan menggunakan alat Spektrofotometer diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1.1 Kadar formalin pada ikan asin yang direndam dengan variasi konsentrasi garam
No. Urut
No. Lab
Kode Sampel
Formalin (%)
1
15105693
Kontrol
28.50
2
15105699
30%
22.95
3
15105700
50%
18.52
Sumber : Data Primer 2016.
Dari table 1.1 hasil pemeriksaan kuantitatif pengaruh konsentrasi garam terhadap kadar formalin pada ikan asin kakap mulai dari konsentrasi 0% (Kontrol), 30%, dan 50% maka dapat dilihat adanya penurunan kadar formalin pada setiap perlakuannya.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat adanya pengaruh konsentrasi rendaman air garam terhadap kadar formalin pada ikan asin, maka peneliti melakukan penelitian ini dalam bentuk penelitian eksperimental semu, yaitu suatu kegiatan percobaan (experimental) yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul akibat adanya perlakuan tertentu.
Adapun dasar penelitian ini dilakukan karena masih adanya fenomena yang terjadi dalam masyarakat saat ini dimana msih ditemukannya peredaran penjualan ikan asin yang mengandung formalin.
Penelitian ini dimulai dengan menentukan sampel yaitu 1 ekor ikan asin kakap utuh, memiliki berat 7 - 10 ons dan tidak tusak atau masih utuh, kemudian direndam dengan formalin. Dalam penelitian ini dilakukan sebanyak 3 perlakuan dengan variasi konsentrasi air garam yang berbeda-beda. 
Preparasi sampel dimulai dari pembuatan konsentrasi air garam, yaitu dengan cara menimbang garam yang tidak beryodium sebanyak 30 gram dan 50 gram kemudian masing-masing dilarukan menggunakan aquadest sebanyak 100 ml. Selanjutnya pengirisan 1 ekor ikan asin kakap dengan bagian kepala dan ekornya dibuang, kemudian bagian tubuh ikan di potong menjadi 3 bagian. Setelah dipotong masing-masing bagian ikan tersebut direndam pada masing-masing konsentrasi yaitu 0% (Kotrol), 30%, dan 50% selama 60 menit.
Setelah proses perendaman selesai, sampel dikeringkan, selanjutnya di iris kecil-kecil dan ditimbang menggunakan neraca analitik masing-masing sebanyak 5 gram. Kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml dan Asam Pospat pekat sebanyak 20 ml. destilasi masing-masing sampel, hingga diperoleh destilat 20 ml. Destilat yang diperoleh kemudian dipipet sebanyak 5 ml dan dipindahkan ketabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan pereaksi formalin dan diperiksa menggunakan alat Spektrofotometer. 
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, diketahui bahwa terdapat pengaruh terhadap penurunan kadar formalin pada ikan asin kakap yang direndam dengan air garam konsentrasi 0% (Kontrol), 30%, dan 50%. Hal tersebut dapat dilhat bahwa pada konsentrasi 0% (Kontrol) kadar formalin pada ikan asin tersebut adalah 28,50%, pada konsentrasi 30% kadar formalin pada ikan asin yaitu 22,95%, sedangkan pada konsentrasi 50% kadar formalin pada ikan asin tersebut adalah 18,52%.hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi perendaman air garam, maka kadar formalin pada ikan asin akan semakin turun. Sehingga terdapat pengaruh konsentrasi rendaman air garam terhadap kadar formalin pada ikan asin.
Penurunan tersebut dapat terjadi karena tidak lepas dari mekanisme larutan garam terhadap formalin itu sendiri dimana terjadi prinsip proses dehidrahi osmosis yaitu merupakan teknik ekstraksi air dari materi melalui perendaman dalam larutan osmotik dan reaksi difusi garam. Larutan osmotik dalam hal ini adalah larutan garam. Selanjutnya terjadi arus berlawanan simultan yaitu aliran air dari bahan kedalam larutan dan secara bersamaan zat terlarut dipindahkan dari larutan kedalam bahan makanan. sehingga diharapkan kandungan formalin yang terdapat dalam ikan asin ikut terlarut dan terekstraksi keluar dari tubuh ikan asin melalui larutan garam tersebut.
Garam juga menyebabkan koagulasi dan denaturasi protein dan enzim, sehingga menimbulkan pengerutan pada daging ikan yang mengakibatkan formalin yang mudah larut dalam air ikut terkuras keluar.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rony Harvani dengan judul  Pengaruh  Konsentrasi Perendaman Air Garam Terhadap Kadar Formalin Pada Ikan Asin Toman yang dilakukan di Laboratorium Komoditi Balai Riset dan Standarisasi  Industri dan Perdagangan Pontianak pada bulan Juli 2014, ikan asin toman yang direndam dengan air garam dengan konsentrasi 25% adalah sebesar 78,94%.
Kecepatan penetrasi garam kedalam tubuh ikan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain yaitu konsentrasi garam dan jenis garam. Semakin tinggi konsentrasi garam, maka semakin cepat masuknya garam ke dalam tubuh ikan. Demikian pula jenis garam, garam dapur murni (Garam yang tidak beriodium) lebih mudah diserap kedalam tubuh ikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.    Kadar formalin pada ikan asin kakap yang dilakukan dengan konsentrasi 0% atau control adalah sebesar 28,50%
2.    Kadar formalin pada ikan asin kakap yang dilakukan dengan konsentrasi 30% adalah sebesar 22,95%
3.    Kadar formalin pada ikan asin kakap yang dilakukan dengan konsentrasi 50% adalah sebesar 18,52%
Jadi, dalam setiap konsentrasi air garam terdapat pengaruh terhadap penurunan kadar formalin pada ikan asin kakap. Sehingga disarankan kepada masyarakat agar melakukan perendaman terlebih dahulu ikan asin berformalin dengan air garam, sehingga ikan tersebut relatif lebih aman untuk di konsumsi.
DAFTAR RUJUKAN
Alamandang. 2013. https://alamandang.wordpress. Com/2013/03/06/nama-latin-untuk-ikan/. Diakses tanggal 1 Mei 2016
Anonim. tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_klorida. Di akses tanggal 21 April 2016)
Arba. 2012. Ikan Asin Pluralisme. http://filsafat.kompasiana.com/2012/10/27/ikan-asin-pluralisme-504515.html. Di akses tanggal 2 April 2016
Arfan. Bakso. Formalin. https://baksoarfan588.wordpress.com/health-corner/formalin/. Di akses tanggal 2 April 2016.
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT Bumi Aksara : Jakarta
Harti, Agnes Sri. 2014. Biokimia Kesehatan. Nuha Medika : Yogyakarta
Irianto, Koes. 2013. Pencegahan dan Penanggulangan Keracunan Bahan Kimia Berbahaya. Yrama Widya : Bandung
Joko, Mujamil. 2002. Kebutuhan Akan Air. Andi, Yogyakarta
Mahdar. 2011. Formaldehida. id.m.wikipedia.org/wiki/formaldehida. Di akses tanggal 18 April 2016
Mansoor, Nizam. 2013. Tahukah Anda Fakta Makanan dan Minuman yang Berbahaya. Dunia Sehat : Jakarta Timur
Murdiati, Agnes dan Amaliah. 2013. Panduan Penyiapan Pangan Sehat Untuk Semua. Kencana : Jakarta
Prawira, Iqbal. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan. http://www.academia.edu/7686269/PERATURAN_MENTERI_KESEHATAN_REPUBLIK_INDONESIA_NOMOR_033_TAHUN_2012_TENTANG_BAHAN_TAMBAHAN_PANGAN. Di akses tanggal 7 April 2016
Sange, Grace dan Montolalu Litho. Metode Pengurangan Kadar Formalin Pada Ikan Cakalang (Kotsuwonus pelamls L). Di akses tanggal 21 April 2016
Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula. Mitra Cendikia : Jogjakarta.
Sasongkowati, Retno. 2014. Bahaya Gula, Garam, & Lemak. Indoliterasi : Yogyakarta
Sasonto, Hieronymus Budi. 1998. Ikan Asin. Kanisius : Yogyakarta
Sasonto, Teguh. 2014. Cara Menghilangkan Formalin pada Ikan. http://www.teguhsantoso.net/2014/04/cara-menghilangkan-formalin-pada-ikan.html. Diakses tanggal 26 maret 2016
T, Rosmauli, dkk. 2014. Ini Dia Zat Berbahaya di Balik Makanan Lezat. Bhafana
Tejasari. 2005. Nilai – Gizi Pangan. Graha Ilmu : Yogyakarta.


ANALISIS KADAR ASAM LEMAK BEBAS PADA MENTEGA YANG TIDAK BERMEREK YANG DIPERJUALBELIKAN DI PASAR HARTACO MAKASSAR
SRI SULASTRI
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang Analisis Kadar Asam Lemak Bebas Pada Mentega Yang Tidak Bermerek Yang Diperjualbelikan Di Pasar Hartaco Makassar dengan tujuan untuk menganalisis dan mengetahui kadar asam lemak bebas pada mentega yang tidak bermerek. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan sampel lima mentega yang tidak bermerek yang diambil secara accidental sampling. Hasil penelitian kadar asam lemak bebas pada mentega yang tidak bermerek yang diperjual belikan dipasar hartaco makassar, mengasilkan rata-rata kadar asam lemak bebas yaitu sampel A : 0,256 mmol/L, B : 0,768 mmol/L, C : 1,536 mmol/L, D : 0,256 mmol/L, E : 0,512 mmol/L. Diharapkan kepada pengguna atau pengkonsumsi mentega yang tidak bermerek agar memperhatikan jenis mentega yang akan digunakan.
Kata Kunci : Mentega, Asam Lemak Bebas

PENDAHULUAN
Bahan pangan yang dikonsumsi sehari-hari seringkali tidak kita ketahui mengandung senyawa-senyawa kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Memang secara kasat mata tampak sekilas tampilan dari bahan pangan tersebut seperti tidak mengandung  apa-apa ,tapi jika di teliti lebih lanjut kebanyakan yang dikandung dari sebagian bahan pangan adalah zat-zat ataupun senyawa-senyawa yang dapat bersifat toxin atau racun.
Kandungan asam lemak bebas suatu bahan pangan merupakan salah satu contoh senyawa yang terkandung dalam bahan pangan yang dapat  bersifat berbahaya khususnya bagi tubuh apabila bahan pangan tersebut terlalu sering untuk dikonsumsi. Asam lemak bebas adalah suatu asam yang dibebaskan pada proses hidrolisis lemak.
Asam lemak bebas pada suatu bahan pangan akan terbentuk karena  adanya proses pemanasan bahan pangan pada suhu tinggi yang dapat meningkatkan konsentrasi dari asam lemak bebas dan meningkatkan jumlah asam lemak bebas yang terbentuk apabila proses tersebut semakin lama dilakukan sehingga merugikan mutu dan kandungan gizi bahan pangan tersebut. Penjelasan di atas dianggap perlu untuk dilakukannya penelitian kadar asam lemak bebas agar kita dapat mengetahui mutu dan kandungan gizi bahan pangan yang akan di konsumsi.
Dewasa ini orang biasanya menggunakan mentega sebagai bahan dasar dalam pembuatan kue dan semacamnya. Mentega berasal dari lemak hewan. Mentega yang terbuat dari lemak hewan biasanya mengandung lebih banyak lemak jenuh/saturated fats (66%) dibanding lemak tak jenuh/unsaturated fats-nya (34%). Lemak jenuh ini biasanya berhubungan dengan tingginya kadar kolesterol dalam tubuh. Mentega biasanya mengandung vitamin A, D, protein dan karbohidrat. (Elyunizar, 2014).
Rekomendasi yang dikeluarkan oleh kelompok ahli FAO/WHO untuk masalah konsumsi lemak /minyak minimal adalah sebagai berikut : (1) bagi sebagian besar orang dewasa, konsumsi lemak/minyak harian harus dapat menyumbang paling tidak 15 % dari total energi/kalori yang dibutuhkan perhari, (2) wanita dalam masa reproduksi hendaknya mengkonsumsi lemak paling tidak 20 % dari total kalori perhari, dan (3) usaha-usaha yang terarah harus dilakukan untuk menjamin konsumsi lemak/minyak yang cukup pada kelompok masyarakat yang konsumsi lemaknya menyumbang kurang dari 15 % dari total kalori.
Mentega merupakan komoditi yang diperlukan untuk meningkatkan ketengikan dan kenikmatan makanan, banyak sekali kaitannya dengan konsumsi roti, produk yang digoreng atau International cuisin. Dari segi gizi mentega dapat dipandang sebagai salah satu sumber vitamin A dan D. (Elyunizar, 2014).
METODE DAN BAHAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasi laboratorium yang bersifat deskriptif yakni  untuk mengetahui kandungan atau kadar asam lemak bebas pada mentega yang tidak bermerek yang di perjual belikan di pasar hartaco Makassar. Dalam penelitian ini pengambilan sampel diambil secara accidental sampling sebanyak 5 sampel.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Analis kesehatan Universitas Indonesia Timur Makassar, dengan menggunakan prosedur kerja sebagai berikut :
Pra Analitik
1.    Alat
e.    Kaki tiga
f.     Spritus
g.    Statif 
h.    Klem
i.      Buret

Alat-alat yang digunakan adalah  :
a.    Neraca Analitik
b.    Erlenmeyer 250 ml
c.    Batang pengaduk
d.    Senduk tanduk
e.    Gelas ukur
2.    Bahan
1.    Mentega
2.    Alkohol 70 %
3.    Indikator PP
4.    NaOH 0,1 N
Analitik
Masing-masing sampel mentega ditimbang sebanyak 5 gram dengan menggunakan neraca analitik kemudian dimasukkan kedalam tabung erlenmeyer yang telah diberi kode sampel. Tambahkan 50 ml alkohol 70% kedalam masing-masing tabung yang telah terisi sampel lalu dipanaskan hingga mendidih biarkan sampel hingga dinging,setelah ,sampel dingin tambahkan 2 ml indikator PP dan titrasi dengan larutan 0,1 N NaOH,sambil mengamati perubahan warna yang terjadi.
Pasca Analitik
Untuk menentukan kadar asam lemak bebas pada mentega yang tidak bermerek yaitu dengan mengamati terjadinya perubahan warna menjadi warna merah muda setelah di titrasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian untuk menganalisis  kadar asam lemak bebas pada mentega yang tidak bermerek yang diperjual belikan di pasar hartaco makassar yang dilaksanakan di Laboratorium Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur Makassar memperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 1.1 Hasil Pemeriksaan Analisis Kadar Asam Lemak Bebas Pada Mentega Yang Tidak Bermerek Yang Diperjualbelikan Di Pasar hartaco Makassar Tahun 2015
NO
Kode Sampel
Hasil Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas
Volume
Titrasi
Perubahan Warna
Hasil
1
A
0,5 ml
Merah Muda
0,256  mmol/L
2
B
1,5 ml
Merah Muda
0,768 mmol/L
3
C
3,0 ml
Merah Keunguan
1,536 mmol/L
4
D
0,5 ml
Merah Muda
0,256 mmol/L
5
E
1,0 ml
Merah Muda
0,512 mmol/L
Sumber : Data Primer, 2016
Mentega adalah produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu yang dibuat dengan mengaduk krim yang didapat dari susu. Mentega adalah emulsi air-dalam-minyak,mentega tetap padat saat didinginkan tetapi meleleh secara konsisten pada suhu kamar/suhu ruangan. Mentega sering digunakan sebagai olesan roti dan biskuit,sebagai perantara lemak dibeberapa resep masakan dan juga digunakan untuk menggoreng atau sebagai pengganti minyak.
Analisis kadar asam lemak bebas pada mentega yang tidak bermerek ini  dilakukan secara kuantitatif dengan metode titrasi NaOH.
Pada pemeriksaan ini sampel yang digunakan adalah mentega yang tidak bermerek yang diperjualbelikan di pasar Hartaco Makassar diambil sebanyak 5 sampel secara accidental sampling dengan melihat perbedaan warna dan kepadatan sampel.
Berdasarkan analisis menggunakan metode titrasi NaOH dari kelima sampel yang diteliti diketahui kadar asam lemak bebas pada masing-masing sampel yaitu ; sampel A : 0,256 mmol/L , B : 0,768 mmol/L , C : 1,536 mmol/L , D : 0,256 mmol/L , E : 0,512 mmol/L .
Batas normal kadar asam lemak bebas yang di anjurkan bagi tubuh yaitu sebanyak 0,30 mmol/L sampai 1,10 mmol/L. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3744-1995), mentega adalah produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan lain yang diizinkan, serta minimal mengandung 80 persen lemak susu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur Makassar dengan menggunakan lima sampel Mentega yang tidak bermerek yang diperjualbelikan di pasar hartako makassar menghasilkan rata-rata kadar asam lemak bebas yaitu sampel  A : 0,256 mmol/L , B : 0,768 mmol/L , C : 1,536 mmol/L , D : 0,256 mmol/L , E : 0,512 mmol/L.  Disarankan kepada pengguna atau pengkonsumsi mentega yang tidak bermerek agar memperhatikan jenis mentega yang akan di gunakan.
DAFTAR RUJUKAN
Adriani M, Wirjatmadi B, 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group
Almatsier sunita, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
http://irwanfarmasi.blogspot.com/2010/04/lipid-mempengaruhipenampilan-seseorang.html (diakses 27 Maret 2016)
https://hermawanbtl.wordpress.com/2014/06/13/metabolismelipid(diakses 13 Januari 2016)
https://hermawanbtl.wordpress.com/2014/06/13/metabolisme-lipid/, 14Januari 2015)
Lampe Hasan, 2014. Materi Analisis Makanan Minuman Untuk Program D-III Analis Kesehatan. Makassar
Murray RK, Grammer Dk, Mayes PA, Rodwell VW, 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC
Poedjiadi A, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
Sediaoetomo AD, 1985. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat
Suhardi, Haryono B, Sudarmadji S, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Penerbit Liberty
Sumantri, Rohman Abdul, 2007. Analisis Makanan. Jogjakarta : Penerbit Gadjah Mada University Press
Syafiq Ahmad, Setiarini Asih, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Penerbit PT RajaGrafindo Persada
Waluyo Kusno, Irianto Kus, 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung : Penerbit Yrama Widya
Wirjatmadi B, Adriani M, 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta : Penerbit Kencana Prenada Media Group.



Komentar

Postingan Populer